Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Menteri Keuangan Sri Mulyani pagi ini menjadi pembicara kunci pada Seminar Nasional bertema "Ekonomi Pasar Pancasila: Jalan baru Ekonomi Indonesia". Dalam acara tersebut dia menyinggung angka ketimpangan di China yang lebih tinggi dibandingkan Indonesia.
Awalnya mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini membahas soal aktualisasi nilai-nilai Pancasila di bidang ekonomi.
"Bagaimana kita aktualisasi Pancasila dalam konteks ekonomi pasar dengan instrumen APBN. APBN terdiri dari penerimaan negara, belanja dan pembiayaan. Maka ketiga faktor itu mencoba untuk terus mendekatkan kita pada aktualisasi dari Pancasila," katanya di lokasi acara, Hotel Le Meridien Jakarta, Selasa (3/7).
Dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila, menurutnya pemerintah sudah mereformasi pajak, termasuk perbaikan angka ketimpangan. Hanya saja, dia menyadari terkadang desain pembangunan justru membuat ketimpangan malah terjadi.
"Kadang kadang waktu kita desain pembangunan, ketimpangan itu terjadi. Maka kita cari instrumen untuk menetralisir," ujarnya.
Dia pun menyebut, saat ini pemerintah sudah berhasil menekan angka ketimpangan dari 0,4 menjadi 0,39. Angka tersebut, jika dibandingkan Republik Rakyat Tiongkok (RRT/China), masih lebih kecil.
"Gini ratio yang tadinya 0,4 turun jadi 0,39 dan kita mencoba untuk menurunkan terus. Walaupun kalau anda membandingkan seluruh dunia angka 0,39 itu nggak separah negara-negara lain yang jauh lebih timpang bisa sampai 0,5 atau bahkan mendekati 0,6," ujarnya.
"Latin Amerika itu contohnya, atau even RRT itu lebih tinggi dari kita ketimpangannya padahal itu negara komunis. Oleh karena itu kami akan terus gunakan instrumen dalam menjaga stabilitas," tambahnya.(dtf)