Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com – Tanah Karo. Limbah kayu dan tanduk hewan, biasanya dibuang atau hanya digunakan sebagai kayu bakar saja. Tidak banyak orang mampu mengolah barang sisa ini menjadi produk berharga. Namun bagi, Deppi Tarigan, benda yang dianggap sampah itu, merupakan asset pendulang rupiah. Sepotong kayu atau tanduk dapat dijadikan beberapa cincin, yang memiliki nilai cukup fantastis.
Ketika ditemui medanbisnisdaily.com, di workshopnya, Deep Art, Jalan Mimpin Tua, Desa Peceren , Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Kamis (20/6/2019) petang, alumni Jurusan Patung, Seni Rupa, Universitas Negeri Medan (Unimed) ini, bercerita sekelumit prospek ukiran cincin kayu serta nilai jualnya, beserta inovasi pemasaran yang dilakukannya.
“Sudah digeluti selama lima tahun. Sebelumnya terjual ketika mengikuti even-even seni. Tetapi tiga tahun terakhir dipasarkan melalui Instagram. Perolehan nilai jual lebih banyak melalui media sosial. Cukup lumayan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. Yang dikerjakan saat ini dipesan dari Pulau Jawa,” ujarnya sambil menunjukkan cincin yang masih dalam tahap pengerjaan.
Lebih lanjut ayah tiga anak yang sebelum menduduki bangku kuliah, merupakan alumni Jurusan Kriya Kayu, SMK Negeri 2 Berastagi ini berujar. Sekarang dirinya sering mendapat order dari pemesan luar kota atau provinsi. Bahkan tidak jarang, dalam sepekannya, dua hingga lima pesanan. Harga satu cincin kayu bervariasi, antara Rp 100 ribu- Rp 300 ribu. Sementara harga untuk orderan cincin yang berbahan tanduk, Rp 300 ribu- Rp 700 ribu.
Disinggung terkait orang ternama yang telah memakai hasil karya seninya, Deppi Tarigan, sambil tersenyum malu, mengatakan nama sejumlah musisi yang telah memiliki produknya. Diantaranya : Azis MS (Jamrud), Viky Sianipar, pesonil J-Rocks, Ras Muhamad (Reggae). Selain mengerjakan pesanan cincin, Deppi Tarigan, juga menerima pesanan seni dekorasi, mural, souvenir gelang dan kalung di Instagram “deeptarigan”.