Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 0,225% di level 6.401. IHSG tertinggi berada di level 6.428 dan terendah berada di rentang 6.389. Pelemahan IHSG karena adanya pernyataan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang terkesan pesimis terkait proyeksi pertumbuhan ekonomi ke depan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia belum mampu berada di atas 6%. Hal ini yang menjadi tugas besar pemerintah saat ini dimana tekanan eksternal menjadi penyebab utama perlambatan pertumbuhan ekonom, tak hanya bagi Indonesia begitu juga dengan negara berkembang lainnya. Sehingga pemerintah hanya mampu memperkirakan pertumbuhan ekonomi berada di rentang 5-5,5%.
"Hal ini yang membuat investor pasar modal cenderung wait and see sehingga membuat IHSG ditutup melemah," kata analis pasar keuangan, Gunawan Benjamin, Selasa (16/7/2019).
Ketidakpastian global saat ini dapat menjadi sangat sensitif dan menambah risiko pasar. Dimana tidak ada kekuatan domestik dalam mengantsipasi sentimen eksternal tersebut. Tak hanya itu, pemerintah juga harus menyiapkan strategi-strategi untuk mempertahankan nilai tujar rupiah saat ini dan menggenjot pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, bursa global Bergerak bervariasi. Indeks saham Hangseng menguat tipis 0,1%, begitu juga dengan Korea naik 0,3%, Nikkei turun 0,69%, shanghai turun 0,15%, dan STI naik tipis 0,16%.
Dikondisi ketidakpastian ekonomi global saat ini l, saham-saham LQ-45 menjadi pilihan investasi yang tepat. Dimana dalam sepekan saham-saham LQ-45 mampu menguat. Beberapa diantaranya adalah saham BBRI, GGRM, INDY, ANTM, JSMR dan lainnya.
Berbeda dengan IHSG, mata uang rupiah justru ditutup menguat tipis 0,1%. Rupiah diperdagangkan di kisaran 13.904/dolar AS. Penguatan rupiah disinyalir oleh masih berlangsungnya tawaran Obligasi Ritel SBR-007 dengan bunga 7,5%.
Adanya tawaran surat berharga maupun surat utang negara tidak menutup kemungkinan bagi investor asing untuk masuk didalamnya. Saat ini kepemilikan tersebut juga masih cukup besar yakni sebesar 38,44% dari total SBN yang diperdangkan berdasarkan data Kemenkeu per 29 April 2019. "Saya kira ini masih cukup besar karena kepemilikan surat utang negara maupun surat berharga negara lebih relevan dimiliki oleh investor dalam negeri sendiri," kata Gunawan.