Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Saya terkesiap membaca headline harian Analisa edisi Senin (22/7/2019). Judulnya saja mengagetkan: 80% Budaya Batak Hilang. Disebutkan, hanya sekitar 20% yang berhasil ditemukan. Salah satu contohnya, sekitar 80% dari partitur Gondang Batak sudah tidak diketahui lagi.
“Demikian pula ulos. Yang dikenal saat ini hanya sebagian saja,” ujar Ketua Dewan Penasihat Yayasan Pelestari Kebudayaan Batak (YPKB), Ju Lassang Manahara Siahaan kepada wartawan saat temu pers menjelang pengukuhan yayasan tersebut di Museum Negeri Sumatera Utara Jalan HM Joni, Minggu (21/7) petang.
Saat memberikan keterangan Ju Lassang Manahara Siahaan didampingi Ketua Umum YPKB, Prof Dr Albiner Siagian dan Ketua Dewan Penasihat, Prof Dr Hamonangan Tambunan. Pengukuhan YPKB dihadiri oleh mantan Ephorus HKBP Pdt Dr WTP Simarmata serta tokoh-tokoh Batak dari berbagai latar belakang.
Malah, menurut Prof Albiner Siagian, penutur bahasa Batak saat ini semakin minim. “Bahkan di kampung halaman sendiri bahasa Batak sudah jarang dipergunakan,” ungkapnya.
Nah, untuk itulah, Yayasan Pelestari Kebudayaan Batak didirikan.
Pada saat itu, Pdt Dr WTP Simarmata juga menyerahkan Anugerah Pande Ugari (Pagari) Batak Tahun 2019. Anugerah ini diberikan kepada enam tokoh Batak yang dianggap telah berkontribusi terhadap kelestarian kebudayaan Batak.
Antara lain, Prof Dr Bungaran Antonius Simanjuntak (pemerhati sejarah dan antropologi Batak); Monang Naipospos (pelestari nilai-nilai dan filosofi Batak), Repe Br Togatorop (pelestari ulos), Jesral Tambun (pelestari gorga Batak), Alm Guntur (pelestari musik batak/uning-uningan).
Termasuk terhadap Ir H Ir Sukirman (ale-ale Bangso Batak yang peduli bahasa dan budaya Batak). Padahal Bupati Serdang Bedagai ini justru bersuku Jawa, namun peduli terhadap budaya Batak. Dia menulis cerpen berbahasa Batak berjudul "Parlombu-lombu" (Si Gembala Sapi).
Sukirman telah menerima hadiah khusus Rancage 2017 dari Yayasan Kebudayaan "Rancage". Cerpen yang dimuat dalam buku kumpulan bersama berjudul "Serser Sauduran."
Sesungguhnya masalah kebudayaan tertera dalam Trisakti ala Bung Karno. Yakni, Berdaulat dalam Politik”; Berdikari dalam Ekonomi dan Berkepribadian dalam Kebudayaan.
Jika kita menengok, perempuan India. ternyata sekaya-kaya dan semoden-modernnya perempuan India, selalu memakai sari. Film India pun selalu diwarnai nyanyian dan busana asli hingga kata-kata romantisme ala penyair Rabindranat Tagore
Cina juga terkenal dengan filosofi kungfu yang luhur yang membuat sineas Hollywood berdecak kagum. Kawasan Cina Town juga bersebar di berbagai Negara.
Kedua Negara itu tidak memusuhi modernisasi dan kapitalisme. Tetapi menyeimbangkannya dengan tradisi leluhur. Ingat pula, tradisi samurai Jepang juga mewarnai modernisasi perekonomiannya dengan dominasi otomotif negeri Sakura tersebut.
Tak mencengangkan jika Cina, India dan Jepang adalah “raksasa” dari Asia yang mulai menggusur peranan Amerika Serikat. Jika kiblat perekonomian dunia kelak bergeser ke Asia, saya kira faktor kebudayaan ikut memotifasi dan berperan.