Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Belawan. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Sumatera Utara (Kadinsu), Khairul Mahalli, mengatakan, untuk perbaikan perekonomian ada dua hal yang perlu ditempuh pemerintah dalam jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek kata Khairul yang juga Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) kepada medanbisnisdaily.com, Kamis (29/8/2019), perhatian pemerintah perlu difokuskan kepada faktor daya saing ekonomi sambil mendorong ekspor serta menarik investasi.
Ekspor dan investasi , tentunya sulit didorong apabila ekosistem perekonomian nasional kita belum cukup mendukung suplai energi, produktivitas industri pengolahan dan manufaktur, kebijakan di sektor hulu dan hilir, kelancaran impor bahan baku, bahan penolong dan barang modal, konektivitas di antara sentra-sentra produksi, industri, dan distribusi, rezim kebijakan yang stabil dan pasti, keterampilan tenaga kerja, sektor perbankan yang probisnis dan lain-lain.
Menurut Khairul, kata kunci meningkatkan daya saing ialah sinkronisasi kebijakan. Pembenahan harus dilakukan di semua lini seperti pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi, pusat dan daerah. Salah satu langkah menuju sinkronisasi kebijakan yang lebih baik dan sustainable ialah menerapkan good regulatory practices agar kebijakan-kebijakan yang ditempuh, terutama oleh kementerian-kementerian dan lembaga pemerintah lainnya baik di pusat maupun di daerah dirumuskan melalui suatu proses yang benar serta melibatkan semua pemangku kepentingan.
Pendekatan wishful thinking kata Khairul, sudah harus ditinggalkan dalam proses perumusan kebijakan apabila Indonesia harus dapat bertahan menghadapi tantangan ekonomi global saat ini dan masa datang. “Langkah-langkah ini terasa menjadi sangat mendesak untuk ditempuh apabila perkiraan bahwa dunia akan memasuki resesi ekonomi ternyata benar terjadi”kata Khairul yang juga Sekjen DPP Asdeki itu.
Di saat yang sama lanjutnya, negara tujuan ekspor dan sumber investasi perlu didekati secara lebih cerdas. Di tengah kecenderungan banyak negara menerapkan kebijakan impor yang restriktif belakangan ini, meningkatkan promosi ekspor (dan investasi) seperti dilakukan dalam 10-15 tahun terakhir tidaklah cukup. Pemerintah didukung kantor-kantor perwakilan di luar negeri harus masuk lebih dalam lagi, mencari kiat-kiat khusus untuk menembus kebijakan-kebijakan restriktif negara tujuan ekspor.
Untuk ke Tiongkok misalnya kata Khairul, perlu didorong kemitraan antara pelaku usaha Indonesia dan Tiongkok melalui joint production process atau membentuk joint ventures karena mitra bisnis dari Tiongkok lebih paham bagaimana menyiasati pasarnya sendiri. Sementara itu, dengan negara-negara yang mengalami keterbatasan serius dalam cadangan devisanya untuk memenuhi kebutuhan nasionalnya dari impor, mungkin perlu dijajaki prakarsa dagang imbal-beli.
Selain intensifikasi pasar seperti di atas, dalam jangka panjang ekstensifikasi pasar juga perlu diperkuat, terutama ke pasar-pasar nontradisional. Kesepakatan dagang dengan Cile yang memasuki tahap implementasi mulai 10 Agustus 2019 merupakan awal yang baik dalam hal ekstensifikasi pasar.
Perlu dicatat tambah Khairul, negara pesaing kita dari sesama anggota Asean sudah mulai masuk ke kawasan Amerika Latin dan kita pun tidak ingin ‘tertinggal’ lagi seperti Vietnam bergabung dengan CP-TPP atau berhasil lebih dulu menyelesaikan perundingan FTA dengan Uni Eropa.