Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Setelah kunjungan Presiden RI, Joko Widodo, dan beberapa kali pernyataan Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, Pemprov Sumut meminta petunjuk pemerintah pusat untuk menertibkan atau bahkan menutup perusahaan yang mencemari dan merusak perairan dan kawasan pariwisata Danau Toba. Hal itu dilakukan Pemprov Sumut, mengingat posisi provinsi yang tidak kuat bila memberhentikan operasional perusahaan-perusahaan perusak kawasan Danau Toba.
Kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumut, Binsar Situmorang, izin perusahaan-perusahaan yang ada di kawasan Danau Toba itu kebanyakan dikeluarkan pusat. Hal itu pula yang membuat posisi Pemprov Sumut lemah untuk melakukan penutupan.
Hal itu dikatakan Binsar Situmorang menjawab wartawan di sela 9th Indonesia Climate Change Forum and Expo 2019 dan Pekan Lingkungan Hidup Sumut, di Hotel Santika, Jalan Kapten Maulana Lubis, Medan, Jumat (6/9/2019).
"Tentunya kita ingin mengatur strategi, yang surat Pak Gubernur itu, kita minta kepastian pusat bagaimana sikap kita untuk perusahaan-perusahaan yang sekarang diduga telah mencemari Danau toba. Itu pertama dari keramba," kata Binsar.
Kemudian yang kedua soal limbah-limbah, termasuk limbah hotel, limbah rumah tangga dan sebagainya, termasuk perusahaan ternak yang ada di Saribu Dolok, jelas Binsar, juga semua akan dikoordinasikan dengan Pemerintah Pusat. "Bagaimana langkah-langkahnya. Jadi progres itu masih di situ," jelas Binsar.
Dia mengatakan sekiranya sudah ada kesimpulan dari koordinasi itu, barulah dilakukan tindakan, misalnya apakah nanti ada perubahan teknologi atau ada perubahan lokasi atau zonasi. Kemudian jika memang masih dipertahankan dan kalau disimpulkan harus ditutup, harus ada solusi atas persoaalan-persoalan seperti masalah sosial, masalah ekonomi masalah budaya dan sebagainya.
"Nah itu semua harus ada payung hukumnya. Apa payung hukumnya, ya tentu perubahan peraturan yang sekrang, Perpres Nomor 81 Tahun 2016, itu mungkin harus ditinjau ulang karena disitu kan diatur zonasi pada lokasi lokasi tertentu," jelas Binsar.
Semuanya itu, sebut Binsar, akan membawa paradigma baru pemberdayaan KJA, baik milik perusahaan maupun masyarakat.
"Karena masyarakat selama ini kan kita tidak pernah singung-singung, padahal sebenarnya mereka kan lebih punya kan kolam-kolam petaknya. Nah itu harus kita sinkronisasikan, harmonisasikan," ujarnya.
Faktanya saat ini, ujar Binsar lebih lanjut, kewenangan soal perijinannya itu, ada masih yang dipegang Pemeritah Pusat, sementara kewenangan provinsi berada di tengah dan kewebangan kabupaten di bawah.
"Dan intinya kita serahkan kepada pusat karena mereka yang punya kewenangan. Kita di Pemrpov dan kabupaten masih terbatas di izin untuk produksi, seperti di Simalungun, Sorik Tani Perkasa Japfa, izin produksinya kan dari bupati bukan dari gubernur," sebutnya mencontohkan.
Kemudian tahapan penutupan suatu perusahaan yang terbukti merusak Danau Toba dan kawasannya, tetap mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yakni sanksi administrasi, sanksi paksaan pemerintah, sanksi cabut izin dan sanksi penutupan.