Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia. Setidaknya dari data BPS yang ditunjukan, di tahun 2010 Indonesia masih menjadi negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia, dengan jumlah 207 juta jiwa. Namun tidak sedikit yang memperkirakan bahwa jumlah penduduk Muslim terbesar nantinya akan berubah. Banyak yang melihat India, Pakistan berpeluang menyalip Indonesia dalam hal jumlah penduduk di tahun 2050.
Dan berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terjebak di kisaran angka 5%-an yang diperkriakan akan bertengger di kisaran level tersebut hingga akhir tahun. Dengan menyandang peringkat sebagai penduduk Muslim terbesar di dunia, maka wajar Indonesia saat ini menempati peringkat pertama dalam hal konsumen makanan halal.
Nilainya adalah $169,7 miliar berdasarkan laporan ekonomi Islam global 2017/2018. Sayangnya, ekspor Indonesia hanya mencakup sekitar 3,8% dari total nilai produk halal dunia. Nah kecilnya ekspor produk halal dari Indonesia ini juga tidak terlepas dari minimnya produksi barang yang diekspor dari Indonesia.
Kalau ekspor di Indonesia adalah dalam bentuk ekspor bahan mentah, atau bahan mineral. Memang sertifikasi halal di sini tidak begitu dibutuhkan. Sebagai perumpamaan Indonesia mengekspor batu bara, minyak dan gas, rotan, kayu atau beberapa komoditas yang diperuntukan sebagai bahan bakar atau bahan baku perabot.
Karena sifatnya adalah barang mentah atau barang setengah jadi, saya menilai pelaku industri tidak begitu memperdulikan dengan sertifikasi halalnya. Jadi angka realisasi ekspor produk halal yang nilainya hanya sebesar 3,8% itu, bukanlah menggambarkan nilai ekspor nasional secara keseluruhan. Namun, untuk mewujudkan nilai ekspor bisa di genjot signifikan, atau arah pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan halal industri.
Maka bukan hanya sekadar mengejar agar banyak produk-produk dari Indonesia harus diupayakan untuk bersertifikat halal. Namun lebih dari itu, bicara arah baru pertumbuhan ekonomi, khususnya dari industri halal. Hal ini juga tidak terlepas dari upaya untuk melakukan perbaikan iklim investasi, yang didukung oleh ketersediaan infrastruktur, pembiayaan terjangkau, birokrasi efisien, perizinan yang mudah, hingga penguatan produk hukum untuk industri halal dan ajakan untuk menggiring industri mendapatkan sertifikat halal.
Walaupun, pada dasarnya masyarakat di belahan negara lain memahami kalau Indonesia itu memiliki penduduk yang mayoritas Muslim. Sehingga bisa diasumsikan bahwa produk yang dihasilkan oleh industri kita halal. Tetapi, inovasi yang dilakukan negara lain, khususnya Malaysia dan Brunei Darussalam yang akan berkolaborasi menjadi negara halal hub dunia, ini wajib kita perhitungkan.
Tantangan eksternal seperti ini tidak bisa diabaikan. Jangan sampai Indonesia justru tertinggal dalam hal pengembangan industri halal tersebut. Dan lagi-lagi negara lain yang telah melakukan inovasi menjadi leader dalam pengembangan industri halal termasuk juga menjadi rujukan negara dunia dalam hal penerbitan sertifikasi halal.
Hal yang paling rasional dan bisa dilakukan segera adalah memanfaatkan momentum yang ada untuk memperkuat negara kita sebagai pusat produksi ataupun sertifikasi halal dunia. Salah satu yang paling nyata dan bisa dilakukan adalah memposisikan BPJPH - LPPOM MUI sebagai wadah bagi semua negara dimanapun untuk mendapatkan sertifikasi halal dari Indonesia. Hal ini terbukti ada banyak negara lain (sekitar 50 negara menurut ketua MUI kala itu KH Ma'ruf Amin) yang membutuhkan jaminan produk halal ataupun sertifikasi yang dikeluarkan oleh MUI.
Yang perlu ditekankan di sini adalah, kepercayaan dunia internasional terhadap kemampuan Indonesia dalam mensertifikasi produk halal jangan sampai hilang. Justru harus diperkuat dengan peraturan, dukungan infsrastruktur, penguatan fatwa hingga sumber daya manusia yang mumpuni. Hal ini dilakukan agar posisi Indonesia khususnya BPJPH tetap menjadi rujukan dunia dalam menerbitkan sertifikasi halal.
Sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh BPJPH itu nantinya akan membuat daya jual produk, (bukan hanya produk Indonesia) memiliki daya saing yang lebih baik. Kebutuhan masyarakat dunia terkait dengan produk halal itu bukan hanya datang dari kalangan masyarakat muslim. Karena jaminan halal itu bukan hanya berbicara mengenai produknya saja.
Tetapi proses pembuatan produknya tersebut juga telah melalui serangkaian tahapan yang memang dinilai layak untuk mendapatkan sertifikat halal. Sehingga masyarakat akan dengan nyaman dalam mengkonsumsi kebutuhannya baik itu barang dan jasa karena sudah tersertifikasi halal. Jadi kepercayaan dunia internasional terhadap kemampuan Indonesia dalam mengeluarkan sertifikasi ini jangan sampai hilang.
Bila perlu BPJPH melakukan audiensi ke banyak negara, serta membuka kesempatan bagi semua industri di dunia agar mendaftarkan produknya untuk mendapatkan sertifikat halal melalui BPJPH. Hal ini akan mengukuhkan kita sebagai negara yang pantas dalam memberikan sertifikasi halal ke semua industri di dunia.
Langkah nyata yang bisa dilakukan dengan segera selanjutnya adalah memberikan sosialisasi massif kepada masyarakat. Sejauh ini, mayoritas masyarakat tidak begitu memperdulikan kehalalan sejumlah barang yang dikonsumsinya. Contohnya makanan, obat-obatan ataupun kosmetik. Terlebih untuk obat-obatan dan kosmetik, masyarakat cenderung tidak melihat kehalalan sebagai skala prioritas.
Sehingga perlu ada gerakan agar masyarakat dalam membeli suatu produk yang ada sertifikat halalnya. Dan dijadikan acuan utama selain harga, masa berlaku, ataupun manfaatnya. Gerakan selanjutnya adalah implementasi undang-undang no 33 tahun 2014. UU tersebut mengatur bahwa berbagai produk wajib bersertifikasi halal per 17 Oktober 2019.
Dengan begitu, ada ketentuan yang mewajibkan industri untuk mendapatkan sertifikasi halal. Walau demikian, BPJPH juga harus meramu teknis implementasinya. Seperti pemberian insentif bagi pelaku usaha mikro, kecil atau menengah. Menyediakan sistem informasi yang bisa diakses dengan mudah oleh pelaku industri. Dalam sistem informasi tersebut pelaku industri bisa mendaftarkan produknya, memantau perkembangan prosesnya, hingga mendapatkan sertifikatnya.
Selanjutnya BPJPH bisa melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan agar tersedia opsi pembiayaan bagi pelaku usaha dalam mendapatkan dukungan dana selama proses mendapatkan sertifikasi. Tidak cukup sampai disitu. BPJPH juga harus hadir di setiap daerah, sehingga ada layanan yang bisa diberikan kepada semua pihak dengan lebih dekat.
Karena BPJPH juga memberikan pelayanan kepada banyak negara dalam mendapatkan sertifikasi halal. Maka juga dibutuhkan kantor representasi di luar negeri. Jika semua produk dan jasa nasional sudah bersertifikasi halal, maka langkah selanjutnya adalah memperbaiki daya saing produk kita tersebut.
Nah di sini, peran pemerintah dalam menyediakan iklim investasi yang baik dan berdaya saing menjadi kuncinya. Dengan sertfikat halal, pada dasarnya sudah menambah daya saing produk tersebut. Namun tidak cukup hanya halal saja, produk yang kita hasilkan juga harus mampu bersaing dengan produk yang dihasilkan dari negara lain, baik dari sisi kualitas, kuantitas, maupun harga.
Sehingga arah pertumbuhan ekonomi kedepan bukan hanya berbicara mengenai ouput yang dihasilkan. Tetapi output yang memiliki daya saing dan bersertifikasi halal. Dalam menciptakan daya saing produk tersebut dibutuhkan proses yang panjang. Tetapi tahapan kerja jangka pendek yang bisa kita lakukan ini yang menjadi prioritas kita saat ini.
Sehingga untuk mewujudkan arah pertumbuhan ekonomi baru dengan sertifikasi halal, kita harus melakukan upaya nyata dalam jangka pendek. Lakukan apa yang bisa dilakukan. Sembari mewujudkan Indonesia sebagai pusat industri halal dunia, dan leader dalam penerbitan sertifikasi halal yang diakui dunia.
===
*Gunawan Benjamin, Pengamat Ekonomi, Alumni UGM Yogyakarta, Dosen FAI Universitas Islam Sumatera Utara.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya . Tulisan hendaknya orisinal, belum pernah dimuat dan tidak akan dimuat di media lain, disertai dengan identitas atau biodata diri singkat (dalam satu-dua kalimat untuk dicantumkan ketika tulisan tersebut dimuat). Panjang tulisan 4.000-5.000 karakter. Kirimkan tulisan dan foto (minimal 700 px) Anda ke [email protected].