Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Labura. Pertemuan Pemkab Labuhanbatu Utara (Labura) Provinsi Sumatera Utara dengan mahasiswa asal Labura di gelanggang mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN SU), Jumat (15/11/2019) diwarnai dengan aksi 'peluit dan kartu merah'.
Acara yang dibuka Bupati Labura, Kharuddin Syah, dan dihadiri Wakil Rektor III Unimed Prof Dr Sahat Siagian MPd; Staf Ahli Rektor USU, anggota DPRD serta beberapa penjabat itu, dihadiri oleh ratusan mahasiswa asal Labura dengan penuh antusias.
“Hari ini kami dengan tegas menyampaikan bahwasanya selama hampir dua periode masa kepemimpinan bapak nupati tidak mampu untuk mempercepat pembangunan yang ada di Kabupaten Labuhanbatu Utara. Hal ini terlihat dari semrautnya pembangunan dan rusaknya infrastruktur jalan yang ada di Kecamatan Kualuh Hilir dan Kualuh Leidong,” kata Lukman Tambunan, mahasiswa yang memberi kartu merah itu. Lukman diketahui berasal dari Organisasi Gerakan Mahasiswa (GEMA) Labura.
Tindakan Lukman yang memberi kartu merah itu mendapat kritikan dari beberapa ketua Badan Eksekutif Mahasiswa. Syahrul Ramadhan Tanjung, Ketua BEM Universitas Al-Washliyah (Univa) Medan yang berasal dari Kampung Mesjid Kecamatan Kualuh Hilir menyebut kritikan kepada pemerintah adalah hal yang biasa. Namun kritikan tersebut harus objektif dan proporsional.
"Kita akui, keadaan tanah di pesisir Labura seperti Kualuh Hilir dan Kualuh Leidong berbeda dengan kecamatan lainnya. Kita perhatikan pembangunan yang dilakukan Pemkab sudah bertahap, meski belum sempurna," kata Syahrul.
Mahasiswa, imbuh Syahrul, selain harus menjunjung etika dan moral, semestinya juga proporsional dalam mengkritik.
Ketua BEM UIN SU, Muhammad Azhari Marpaung, menilai janggal tindakan pemberian kartu merah yang dilakukan tahun ini. Menurutnya, kegiatan yang dilakukan Pemkab Labura secara rutin dari tahun ke tahun itu, belum pernah mendapat kritikan dengan alasan infrastruktur jalan yang ada di Kecamatan Kualuh Hilir dan Kualuh Leidong. Ia meragukan adanya hal lain yang melatarbelakangi sehingga baru tahun ini ada suara-suara seperti itu.
"Agak janggal. Kenapa tidak dari dulu. Kritikan sangat baik jika tepat. Namun menjadi pertanyaan kalau kritikan itu janggal dan bermuatan lain," tutur Azhari yang berdomisili di Lingkungan 1-A Aekkanopan itu.
Sementara itu, Ketua BEM Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah, Ridho Alamsyah, berharap agar mahasiswa yang melakukan aksi penolakan dan pemberian kartu merah kepada bupati itu bisa membaca situasi dengan baik, dikarenakan Bupati dengan sangat elegan memberikan waktu dan tempat untuk mengkritisi mengenai perkembangan Kabupaten Labura.
Menurut alumni SMA Negeri 1 Kualuh Hulu ini, tidak ada seorangpun Bupati lain di Sumatera Utara yang melakukan itu. Hal ini merupakan langkah modern dan lebih humanis dibandingkan dengan penyampaian kritikan lewat aksi memotoong pembicaraan.
"Keberaniannya bertemu dengan mahasiswa dan masuk ke dalam ruang-ruang akademisi untuk bertemu dan berdiskusi tidak pernah terjadi dan mungkin dihindari oleh Bupati-bupati dari kabupaten lain. Jadi mesti proporsional dong," tutur Ridho.