Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Penangkapan 2 kader Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) yang juga mahasiswa Universitas Katolik St Thomas Medan adalah keliru. Hal itu dikatakan Komisaris Daerah PMKRI Sumbagut, Parno Mahulae dalam diskusi di Margabina PMKRI Medan, Jalan Setia Budi, Medan, Sabtu (16/11/2019).
Dalam keterangan tertulisnya yang diterima medanbisnisdaily.com, Minggu (17/11/2019) Parno mengatakan, terlepas dari yang bersangkutan adalah kader PMKRI Medan, tapi dari fakta-fakta yang diperoleh dan sudah cross cek, keyakinan kami penangkapan itu keliru. PMKRI juga mempertanyakan berbagai hal mendasar seperti surat penangkapan para mahasiswa yang tidak ada atau sangat terlambat ditunjukkan.
"Untuk kasus ini sangat aneh memang, tidak ada hal yang bisa diterima, apa sudah sesuai hukum. Kami juga tidak ingin campuri terkait masalah internal di kampus Unika St Thomas, tapi jelas secara fakta hukum yang kami ketahui, harusnya para mahasiswa tersebut tidak berurusan dengan aparat kepolisian apalagi ditahan," tambahnya.
Sementara itu Ketua PMKRI Medan, Ferdinandus Manik, memaparkan bagaimana kronologis penangkapan dan penahanan kadernya unprosedural. Dijelaskannya penjelasan umum angka 3 Huruf b KUHAP menyatakan, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang.
"Itul itu yang kita minta dan tidak bisa ditunjukkan oleh aparat saat kader kita di tangkap. Kita sangat tidak paham dan bingung atas kejadian tersebut. Tentu juga tidak ingin hal tersebut terjadi kepada para mahasiswa lainnya. Kami harus buka-bukaan ke publik bahwa kita korban, 2 kader kita korban," ungkapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, penangkapan mahasiswa itu sekaitan dengan inagurasi yang digelar Fakultas Pertanian Unika St Thomas Medan, di Sibolangit, 11-13 Oktober 2019 lalu. Inagurasi itu disebut pihak rektorat ilegal, karena tradisi itu sudah tidak dilakukan sejak 2012.
"Pasca inagurasi ada orangtua peserta yang melapor karena anaknya menjadi korban kekerasan di acara itu," kata Pastor Sony mewakili pihak kampus saat dikonfirmasi medanbisnisdaily.com, Sabtu (9/11/2019).