Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pengusaha bawang putih yang tergabung dalam Perkumpulan Pengusaha Bawang Putih dan Aneka Umbi Indonesia (Pusbarindo) menilai rekomendasi impor bawang putih yang diterbitkan Kementerian Pertanian (Kementan) setiap tahunnya terlalu besar.
Pada 2017, Kementan menerbitkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk importir bawang putih sebesar 980.000 ton. Lalu, pada 2018 RIPH yang diterbitkan untuk bawang putih sebesar 1 juta ton, dan pada 2019 sebesar 1,1 juta ton.
Padahal, kebutuhan bawang putih nasional per tahunnya itu hanya 500.000 ton. Menurut Ketua II Pusbarindo Valentino, kebijakan ini akan menimbulkan persaingan tidak sehat di tingkat pedagang.
"Kita ketahui bahwa penerbitan RIPH 2017-2019 melebihi konsumsi nasional bawang putih. RIPH tahun 2017 980.000 ton, tahun 2018 1 juta ton, dan 2019 mencapai 1,1 juta ton. Ini memang jauh melampaui kebutuhan bawang putih nasional yang hanya 500.000 ton," kata Valentino di hadapan Komisi IV DPR RI dalam rapat dengar pendapat (RDP), di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (20/1/2020).
Menurut Valentino, besaran penerbitan RIPH ini perlu dievaluasi. Pasalnya, dengan menerbitkan rekomendasi yang besar, akan memberikan kesempatan bagi negara utama importir bawang putih, yakni Cina untuk memainkan harga.
"Setiap awal tahun Cina tahu demand bawang putih akan tinggi. Maka mereka menaikkan harga. Itulah yang menyebabkan gejolak harga di sini, karena harga beli sudah tinggi, jadi bisa membuat inflasi di dalam negeri," jelas dia.
Selain itu, pembagian kuota rekomendasi impor ini perlu dibagi rata kepada importir. Sehingga tak ada perbedaan jumlah impor, sehingga impor bawang putih ini dapat dilaksanakan dengan adil.
"Usul kami penerbitan RIPH disesuaikan dengan konsumsi per tahun. Lalu misalnya pengusaha bawang putih ada 15 ya dibagi rata 15. Atau sesuai persyaratan pengusaha importir bawang putih atau tidak," imbuh Valentino.(dtf)