Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Tidak ada faktor kebetulan. Jika pun terjadi juga, agaknya, itulah yang disebut “kecelakaan” sejarah. Misalnya, pada awal era reformasi lalu seusai Pemilu 1999 ada yang tiba-tiba menjadi kepala daerah (KDh) atau Pimpinan dan anggota DPRD dengan latar dan track record yang “kurang pas” di berbagai daerah di tanah air.
Namun sejarah segera mengoreksinya. Mereka digugurkan oleh zaman yang semakin selektif pada Pemilu demi Pemilu.
Sebaliknya menjadi calon KDh, juga dalam Pilkada serempak di Sumatera Utara pada September 2020 adalah hak konstitusional warga negara. Jika sudah memenuhi segala persyaratan, go head!.
Konon setelah menjabat, ada syarat lain. Misalnya, terbiasa stress, atau lapang dada membaca kritik di surat kabar oleh DPRD, LSM atau menghadapi arus unjuk rasa.
Belum lagi harus melayani kelompok masyarakat yang beragam. Bahkan, kepentingan mereka dapat saling bertentangan. Padahal, Anda KDh semua warga.
Kepentingan pedagang kakilima, pengguna jalan dan pedagang formal pastilah beda. Juga antara majikan dan buruh, pedagang, petani dan konsumen, pengusaha kuat, menengah dan kecil dan sebagainya yang multikompleks di sebuah kota dan kabupaten.
Apakah Anda yakin menjadi KDh? Jika yakin, apakah masyarakat juga yakin? Lucu bertepuk sebelah tangan, bukan?
Keyakinan masyarakat lahir jika mereka menganggap Anda punya skill, kompetensi dan kapabilitas setelah menyimak track record selama ini. Lalu, keyakinan itu mereka tunaikan di bilik suara.
Banyak tantangan menjadi orang “nomor wahid.” Jika Anda mau melakukan perubahan, jangan-jangan yang hendak diubah itu, misalnya staf, pegawai dan masyarakat tak berkenan memasuki perubahan. Kelompok mapan terusik dengan kehadiran Anda.
Jadi Anda harus berkarakter. Rendah hati, terbuka, mau menerima kritik tapi tegas tanpa ragu-ragu sesuai waktu dan masalahnya. Jangan seperti Hamlet yang terjepit di antara to be or not to be.
KDh itu banyak godaan. Yang imannya goyah, lalu melakukan abused of power, korupsi dan, aduhai, terjungkal. Alasan selama ini Anda adalah orang “baik-baik” tak cukup. Maaf, ada yang “baik” karena belum berkuasa dan karenanya belum teruji.
Korupsi adalah problem orang berkuasa. Dan Anda mau ke sana! Sungguh, sebuah pilihan yang mendebarkan.