Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
"Kami Tetap di Rumah Sakit Demi Anda. Tolong Anda Tetap di Rumah Demi Kami!"
Itulah curahan hati dan harapan para tenaga medis yang kini sedang viral. Pesan itu begitu menyentuh hati. Setidaknya itulah yang saya alami ketika melihat foto-foto dan video-video mereka berjibaku dalam bertugas. Mereka bahu-membahu menangani pasien yang positif terjangkit virus corona atau COVID-19, orang-orang yang suspect dan yang masuk kategori ODP (Orang Dalam Pemantauan).
Setelah COVID-19 ditetapkan sebagai pandemi (wabah yang telah meluas di dunia) oleh WHO (World Health Organization), banyak negara yang mengambil tindakan lockdown dengan cara mengunci akses masuk ke dan keluar dari wilayah mereka. Tak hanya itu, gerakan social distancing berupa tindakan mengurangi aktivitas di luar rumah juga marak dikampanyekan.
Indonesia adalah salah satu negara yang memilih opsi ini. Itu sebabnya sekolah dan kampus diliburkan. Pembelajaran tetap berlangsung dari rumah dengan moda daring (online). Masyarakat luas diminta untuk sedapat mungkin bekerja dari rumah (work from home). Beribadah diimbau agar dilakukan di rumah, seperti fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia), PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) dan KWI (Konferensi Waligereja Indonesia) kepada umat Islam dan Kristen.
Melihat situasi sekarang, kita seharusnya menghormati dan menghargai kinerja para tenaga medis. Mereka tidak bisa bekerja dari rumah seperti kebanyakan profesi lainnya. Mereka tetap menjalankan tugas seperti biasa. Malah sebetulnya beban mereka bertambah karena risiko tertular sangat tinggi.
Dalam pandangan saya, tidak berlebihan rasanya menyebut mereka sebagai pahlawan, mengingat apa yang telah mereka korbankan. Lihat saja di DKI Jakarta. Dilansir dari laman detik.com pada Jumat (20/03/2020), 25 tenaga medis terkonfirmasi positif COVID-19 dan satu orang meninggal dunia. Di hari yang sama, suarajabar.id melaporkan dua orang positif COVID-19 yang masing-masing berprofesi sebagai dokter dan paramedis. Dan Sabtu (21/03/2020) CNN Indonesia melaporkan tiga dokter meninggal dunia yang diduga terpapar COVID-19 ketika menangani pasien yang terinfeksi virus serupa.
Tidak cuma risiko tertular yang sewaktu-waktu bisa mengancam nyawa, para tenaga medis itu juga ternyata mengalami banyak kesulitan. Di akun instagram-nya, Najwa Shihab merangkum pengalaman-pengalaman mereka yang terasa begitu menyedihkan. Ada yang sampai harus patungan untuk beli vitamin agar tubuh tetap fit. Mereka nyaris tidak pernah tidur malam. Bahkan untuk mandi saja baru bisa dilakukan pada pukul 1 dini hari. APD (Alat Perlindungan Diri) juga sulit didapatkan. Padahal mereka dalam situasi menangani dan merawat orang-orang yang terinfeksi. Belum lagi rindu untuk pulang bertemu keluarga harus ditahan. Semuanya demi kita.
Sayangnya, dalam keadaan serba sulit dan membahayakan itu, kita yang tidak dapat banyak membantu justru memperburuk keadaan. Saat pemerintah menginstruksikan social distancing demi memperlambat penyebaran COVID-19 dan mempermudah kinerja para tenaga medis tadi, tidak sedikit dari kita yang keras kepala, abai dan tidak koperatif.
Sejumlah masyarakat justru menjadikan momen stay at home ini sebagai kesempatan untuk berlibur. Objek-objek wisata di Jawa seperti Puncak, Bogor dan Pantai Carita, Banten, misalnya, seperti yang sempat dilaporkan beberapa media, terlihat lebih ramai dikunjungi dibanding hari-hari biasa.
Di Medan, para pelajar yang masih tetap ke sekolah karena sedang menjalani Ujian Sekolah (US) terjaring razia Satuan Polisi Pamong Praja. Kebanyakan dari mereka tidak langsung pulang sehabis ujian melainkan berkeliaran di mall dan warnet. Sekelompok pelajar SMK di beberapa titik melakukan corat-coret seragam dan konvoi sepeda motor di jalan pasca berakhirnya UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) pada Kamis, 19 Maret 2020.
Kegiatan keagamaan pun masih tetap berlangsung. Misa Penahbisan Uskup Ruteng, misalnya, tetap dilaksanakan pada Kamis (19/03/2020). Kabarnya acara itu dihadiri ribuan jemaat dari berbagai penjuru daerah di Indonesia (sumber: Kompas.com). Lalu ada juga Itjima se-Asia pada 19-22 Maret 2020 di Makassar yang pesertanya berasal dari Indonesia, Pakistan, India, Malaysia, Thailand, Brunei, Timor Leste, Arab Saudi, Bangladesh dan Filipina. Memang acara itu batal digelar. Namun, tamu-tamu mancanegara sudah terlanjur datang. Meski dikarantina, tentu akan jauh lebih baik jika mereka tidak sempat masuk ke Indonesia. Beberapa gereja terpantau masih tetap melaksanakan ibadah pada hari Minggu (22 Maret 2020) kendati sudah ada imbauan dari PGI dan KWI agar jemaat melakukan ibadah di rumah atau secara online.
Yang lebih parah lagi, pejabat publik yang semestinya ikut membantu usaha pemerintah dan mengedukasi masyarakat malah seperti menjadi duri dalam daging. Pertama, sejumlah oknum pejabat BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) di Cianjur baru-baru ini menjadi sorotan karena pelesiran ke Eropa beserta isteri-isteri mereka. Padahal seperti yang kita ketahui bersama, Eropa menjadi salah satu wabah COVID-19 dengan angka kematian yang paling tinggi sesudah Cina.
Kedua, beberapa oknum anggota DPRD menunjukkan kecongkakan dan sikap kasar saat ditetapkan sebagai ODP (Orang Dalam Pantauan) corona. Status itu diberikan pasca mereka pulang dari Lombok dan Bali dalam rangka melakukan kunjungan kerja. Anehnya, mereka justru menuding penetapan status itu bermuatan politis. Ada pula yang menolak untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan karena tidak dilengkapi dengan surat tugas, tidak sesuai SOP dan tidak sesuai undang-undang. Alasannya karena yang bersangkutan adalah anggota DPR.
Terus terang saya kehabisan kata-kata melihat ulah mereka yang katanya adalah wakil rakyat itu. Yang ironis, di tempat-tempat lain banyak masyarakat awam yang sadar dan menawarkan diri agar diperiksa kesehatannya namun belum terlaksana karena sejumlah kendala.
Data per Sabtu, 21 Maret 2020, menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona, Achmad Yurianto menunjukkan bahwa kasus COVID-19 di Indonesia bertambah menjadi 450. Dari jumlah itu, 20 orang dinyatakan sembuh dan 38 meninggal dunia. Bentuk-bentuk respon buruk kita terhadap upaya social distancing yang tengah dikampanyekan tadi merupakan sebuah keangkuhan dan kekonyolan. Pada akhirnya bentuk apatisme semacam itu yang akan membuat kinerja para tenaga medis yang sudah mengorbankan banyak hal berujung sia-sia.
Mari kita tanggalkan arogansi dan egoisme masing-masing. Ikuti anjuran pemerintah dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab. Dukung kinerja para tenaga medis. Semuanya demi harapan agar keadaan ini kembali pulih sehingga kita semua bisa beraktivitas dengan normal seperti sedia kala. Jangan keras kepala!
===
Penulis adalah kolomnis lepas, dosen STIE Eka Prasetya dan guru SMP/SMA Sutomo 2 Medan.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya orisinal, belum pernah dimuat dan tidak akan dimuat di media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG) dan data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan). Panjang tulisan 5.000-6.000 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]