Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. COVID-19 bukan pandemi pertama yang dialami Indonesia. 100 Tahun lalu, pernah ada pandemi yang lebih mengerikan dan bisa jadi pelajaran untuk melawan virus corona sekarang.
Pernah dengar pandemi Flu Spanyol 1918? Meski namanya begitu, faktanya itu adalah Great Influenza Pandemic yang terjadi tahun 1918-1920 di seluruh dunia.
Jeffery K Taubenberger dan David M Morens dalam risetnya tahun 2006 yang dilihat detikINET di National Center for Biotechnology Information, US National Library of Medicine menyebut Influenza 1918: Ibu dari Segala Pandemi.
Pandemi Ifluenza 1918 menyebabkan sekitar 50 juta orang tewas di seluruh dunia. Nah, banyak orang sudah lupa kalau pandemi flu ini juga melanda Indonesia tahun 1918 dengan sangat dahsyat.
World Economic Forum pada 23 Maret 2020 memuat tulisan Robert Barro dari Harvard University. Dia menyebutkan tingkat kematian akibat Pandemi Flu 1918 di Indonesia adalah tertinggi ketiga di dunia!
Paling banyak di India dengan 5% populasi, lalu Afrika Selatan dan kemudian Indonesia dengan 3% populasi. Siddarth Chandra dari Michigan State University dalam paper ilmiah tahun 2013 berjudul 'Mortality from the influenza pandemic of 1918-19 in Indonesia' menyebutkan perkiraan penduduk Indonesia yang meninggal sekitar 4,26-4,37 juta orang untuk Pulau Jawa dan Madura saja.
Semua peneliti sepertinya menghadapi tantangan untuk mengungkap bagaimana pandemi flu global tahun 1918 melanda Indonesia saat itu. Siddarth dan banyak peneliti lain memakai laporan penjajah Hindia Belanda seperti laporan Mededeelingen van den Burgerlijken Geneeskundigen Dienst tahun 1920 dan Koloniale Verslagen dari Department van Zaken Oversee tahun 1919 dan 1920.
Tingkat kematian di berbagai daerah di Indonesia berbeda-beda saat pandemi influenza 1918. Namun hasil perhitungan Siddarth dengan rumus demografi mendapati angka 4,26-4,37 juta orang untuk Jawa dan Madura saja, karena pulau-pulau lain belum ada data sensus penduduknya.
Kenapa bisa banyak banget korban jiwanya? University of Melbourne memuat tulisan dari kandidat doktor Ravando Lie berjudul 'Learning (or failing to learn) from the lessons of the 1918 Spanish Flu'. Ravando mengungkap soal respons yang lambat dan cenderung menganggap remeh dari pemerintah Hindia Belanda.
Masyarakat tradisional juga larut dalam mitos yang dipercayai bisa menangkal penyakit, namun tidak terbukti. Ketika jumlah pasien meningkat pesat, rumah sakit kolonial pun kewalahan.
Pemerintah kolonial Hindia Belanda menurut temuan Ravando menyalahkan pribumi yang hidupnya tidak bersih dan menolak pengobatan barat. Sementara mereka juga dikritik oleh DPR Hindia Belanda (Volksraad) karena lambat bertindak. Pada akhirnya pemerintah kolonial dianggap gagal mengatasi pandemi influenza 1918-1919.
Saatnya mengingat-ingat lagi sejarah. 100 Tahun lalu Indonesia pernah dilanda pandemi global yang lebih mengerikan. Pelajarannya adalah, masyarakat jangan percaya desas-desus terkait COVID-19 seperti halnya 100 tahun lalu masyarakat percaya mitos-mitos.
Carilah informasi yang benar dari pihak yang berwenang memberikan keterangan soal COVID-19. Nah untuk pemerintah, pelajarannya adalah jangan mengulangi kesalahan yang sama dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pemerintah dituntut gesit dan kompak dari pusat sampai daerah untuk membendung pandemi ini. Indonesia harus bersatu!(dtn)