Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Rencana Presiden Joko Widodo untuk memberlakukan status darurat kesehatan dalam proses penanganan virus corona mungkin setelah telah menimbang segala risiko, termasuk beberapa kejadian kekurangharmonisnya tindakan daerah dan pusat sebelumnya. Namun sayangnya keputusan Presiden ini masih menggunakan kalimat “ Pembatasan Sosial Berskala Besar “ dan tidak menggunakan kata karantina terbatas secara tegas, walaupun mendorong pemerintah daerah untuk menggunakan UU Karantina Kesehatan No 6 Tahun 2018.
Belajar dari sebulan proses penanganan virus corona, dengan melakukan kebijakan social distancing (menjaga jarak), pembatasan kegiatan umum, keramaian, libur sekolah hingga bekerja dari rumah, namun ternyata laju pertambahan pasien positif, pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pemantauan (ODP) Covid 19 terus bertambah, akibat ketidaktegasan pengawasan dan ketidakpatuhan karantina mandiri dari PDP dan ODP.
Situasi penyebaran virus corona yang paling massif saat ini sebenarnya terjadi di beberapa daerah perkotaan yang memiliki arus keluar masuk manusia yang cukup tinggi, seperti Jabodetabek, Medan-Deli Serdang , Bandung-Jawa Barat, Semarang-Jawa Tengah, Surabaya-Jawa timur, Jogjakarta, Makassar dan beberapa lainnya.
Seharusnya, langkah yang dilakukan pemerintah dengan pemberlakukan darurat kesehatan ini adalah memberlakukan karantina terbatas di beberapa zona merah, seperti Jabodetabek, dengan melakukan identifikasi daerah titik konsentrasi ditemukannya pemukiman dan lingkungan pihak yang berstatus positif, PDP dan ODP.
Karantina terbatas harus diberlakukan kepada seluruh orang yang teridentifikasi, positif, PDP dan ODP, karena tingkat kepatuhan dan kedisiplinan yang sangat rendah. Apalagi sebentar lagi masa mudik yang menjadi tradisi menyambut bulan suci Ramadan akan berlangsung.
Karantina terbatas hanya perlu fokus pada mengisolasi dan mempersempit pengawasan pergerakan PDP dan ODP, serta zona merah secara ketat dan disiplin untuk mencegah terjadinya arus keluar masuk pergerakan orang yang menjadi jalan penyebaran virus sebagai langkah preventif atau pencegahan.
Kenapa karantina terbatas yang menjadi pilihan? Tidak semua wilayah yang mengalami pandemi Covid 19, seperti Sumatera Utara dengan jumlah ODP 2.556 orang, PDP 77 orang (21 negatif ) dan positif 14 orang (2 meninggal), dominan bermukim di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Jika ingin lebih jauh di Kota Medan dan Deli Serdang tentu perlu juga dilakukan juga penyempitan identifikasi lingkungan atau tempat tinggal masyarakat yang ditetapkan sebagai positif, PDP dan ODP corona sebagai zona merah yang di awasi seluruh pergerakan masyarakatnya secara ketat dan disiplin.
Proses ini akan lebih memungkinkan dilaksanakan karena mempersempit wilayah penyebaran virus dengan mengisolasirnya, serta terutama menjaga stabilitas daerah lainnya, terutama kawasan penyangga kebutuhan pangan, seperti Kabupaten Karo, Dairi dan Serdang Bedagai dan yang lainnya tetap berproduksi seperti biasa.
Jika semua daerah diberlakukan situasi darurat dan pembatasan sosial berskala besar tanpa melihat manfaat dan mudaratnya, selain persoalan virus corona, maka cepat atau lambat akan melahirkan kondisi kelangkaan pangan, akibat dari tidak berproduksinya para petani dan nelayan di daerah yang sebenarnya belum tentu terjadi pandemi corona.
Dengan karantina terbatas berdasarkan UU karantina kesehatan, maka seluruh pasien, PDP dan ODP serta masyarakat yang berada pada zona merah selama masa isolasi harus dicukupi kebutuhan hidupnya dan tentunya perawatan secara massif serta rapid test secara intensif untuk mengetahui perkembangan dari PDP dan ODP serta daerah zona merah.
Karantina Terbatas dan Ketahanan Pangan
Pilihan karantina terbatas mungkin jauh lebih efektif dan tetap berupaya menjaga pasokan untuk kestabilan bahan pangan, terutama beras dan nabati yang menjadi kebutuhan pokok yang wajib tersedia di tengah – tengah 250 juta rakyat Indonesia. Dibandingkan pembatasan sosial berskala besar tanpa menentukan daerah sasaran dan terkesan universal atau keseluruhan
Jika pembatasan sosial berskala besar dilaksanakan di seluruh daerah, maka akan sangat sulit untuk menjaga kestabilan ketersediaan bahan pokok pangan, karena kemungkinan bisa menghentikan seluruh aktivitas pertanian dan kelautan serta peternakan yang menjadi pondasi ketahanan pangan.
Dalam penetapan kondisi darurat, pemerintah seharusnya memiliki perhitungan yang matang dan terukur tentang ketahanan pangan jika masa darurat atau pembatasan sosial berskala besar diberlakukan di semua daerah berlangsung sekian bulan atau sekian waktu dan daerah mana yang menjadi pemasok kebutuhan pangan.
Maka memberikan dorongan, insentif dan proteksi arus keluar masuk orang dari daerah penghasil pangan adalah hal yang mutlak harus dilakukan oleh pemerintah. Karena jika ekonomi mengalami penurunan, namun ketersediaan pangan bisa terjamin, maka kondisi kehidupan bangsa dan negara masih sangat memungkinkan untuk diselamatkan.
Insentif dan perlindungan daerah pangan dalam kondisi global yang tidak menentu adalah pilihan terbaik yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Karena untuk melakukan impor pangan di tengah kondisi pandemik dan kebijakan penutupan akses (lockdown ) di berbagai negara, tentunya akan sangat menyulitkan proses ekspor - import antar negara.
Langkah ini sekaligus untuk mendorong kembali proyeksi pembangunan ke sektor pertanian dan pangan yang pernah mengalami swasembada pada masa lalu, sekaligus memperkuat pondasi ekonomi bangsa, yang sekian puluh tahun terlena dalam impian investasi asing sebagai solusi
Sembari memberlakukan karantina terbatas, tentunya hal lainya yang paling penting adalah memastikan seluruh sarana fasilitas kesehatan yang ditunjuk untuk penanganan virus benar-benar memiliki peralatan dan Alat perlengkapan diri yang layak bagi tenaga medis yang bekerja.
Penetapan darurat kesehatan, sekaligus karantina terbatas tentunya sangat membutuhkan koordinasi dan kepatuhan yang luar biasa dari seluruh pemangku kepentingan dan jajaran pemerintah dari level teratas hingga terbawah tanpa menjadikan momentum bencana ini sebagai komoditas politis atau panggung pencitraan.
Karena banyak kejadian penerima bantuan dari pemerintah baik lewat Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia sehat dan program lainnya sering tidak tepat sasaran, karena proses yang tidak jujur dan transparan serta penuh kepentingan dalam pelaksanaan di lapangan.
===
Penulis Direktur Eksekutif Perhimpunan Suluh Muda Indonesia (SMI)/penggiat HAM dan Demokrasi
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya orisinal, belum pernah dimuat dan tidak akan dimuat di media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPG) dan data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan). Panjang tulisan 5.000-6.000 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]