Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Bulu tengkuk saya bergidik mendengar ungkapan Presiden Ghana, yang viral di kalangan netizen dua hari lalu. “Saya yakinkan Anda bahwa kami tahu apa yang harus dilakukan untuk menghidupkan kembali perekonomian. Apa yang kita tak tahu adalah menghidupkan kembali orang (meninggal),” ujarnya. Presiden Nana Akufo Akodo.
Begitulah, pandangan yang sangat eksistensialis terhadap dampak serbuan virus corona yang bagai belati “bermata dua” tersebut.
Di satu sisi, serangan Covid-19 telah membuat perekonomian banyak negara memburuk. Arus ekspor-impor anjlok. Lalulintas penerbangan kian sepi. Pembeli di mal, plasa, pasar dan sektor ritel berkurang. Sektor pariwisata muram. Pedagang buah menjerit. Pengemudi ojek online mengeluh. Dan sebagainya.
Di sisi lain, kematian mereka yang terjangkit virus corona berjatuhan secara dramatis. Kita berduka, kita menangis. Belum lagi yang berstatus ODP atau PDP membuat kita risau. Namun seburuk apapun akibatnya bagi perkonomian, suatu hari dia bisa bangkit lagi. Tidak cepat. Tapi perlahan.
Indonesia misalnya memberlakukan stimulus. Keringanan pajak dan bunga kredit untuk masa tertentu. Bahkan, terdengar wacana dan program Bantuan Tunai Langsung (BLT) bagi sektor informal yang terpukul akibat serangan virus corona.
Berbagai kementerian dan lembaga, juga Pemprov dan Pemko yang mempunyai belanja pembangunan diminta memangkas program yang tidak prioritas. Lalu, mengalikannya untuk penanganan virus corona. Dana desa dan kelurahan juga dibolehkan dipakai untuk melawan penyebaran virus corona.
Jika para pejabat, mulai dari presiden, menteri dan wakil menteri, anggota parlemen di pusat dan daerah, termasuk para kepala daerah, direktur dan komisaris BUMN dan BUMD berkenan gaji dan tunjangannya dipotong, bukanlah dana yang sedikit.
Kita terharu melihat fenomena penggalangan dana kemanusiaan untuk corona muncul di berbagai televisi nasional. Juga gerakan aktivis kemanusiaan. Jika secara simultan dilakukan oleh para konglomerat dan orangkaya, gerakan solidaritas melawan corona ini akan terasa gregetnya.
Apalagi masih terbetik keluhan betapa alat pelindung diri (APD) bagi dokter, perawat dan tenaga medis di garis terdepan belum memadai. Termasuk kelengkapan bagi RS seperti kamar isolasi, dan lainnya, belum mengimbangi arus pengidap virus corona yang terus mengalir.
Kita berharap terjadi arus balik. Serbuan corona mereda dengan berbagai pembatasan pergerakan orang, menjaga social distancing dan physical distancing, gerakan “mencuci tangan,” stay at home dan work from home.
Hati kita harap-harap cemas seraya menunggu perekonomian beringsut menuju pemulihan. Lalu, kembali bangkit ketika serbuan virus corona bertekuk lutut. Perkenankanlah, ya Tuhanku, yang Maha Penyayang!