Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pemerintah Kota (Pemko) Medan menjawab tudingan yang disampaikan bakal calon (Balon) Wakil Wali Kota Medan, Suryani Paskah Naiborhu yang menyebut Peraturan Wali Kota (Perwal) No 11/2020 tentang Karantina Kesehatan bertentangan dengan UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
"Saya pikir gak (bertentangan) karena itu sudah dibahas bersama para ahli," ujar Asisten Pemerintahan Setda Kota Medan, Renward Parapat, Senin (4/5/2020).
Mantan Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan ini menyebut, tim ahli yang membahas Perwal Karantina Kesehatan terdiri dari ahli kesehatan dan ahli hukum. "Jadi gak mungkin bertentangan," sebutnya.
Seperti diberitakan, Suryani Paskah Naiborhu memaparkan beberapa poin yang menyebut Perwal No 11/2020 tentang Karantina Kesehatan bertentangan dengan aturan yang ada di atasnya, yakni UU No 6/2018.
Suryani mencontohkan ayat A dan D dari Pasal 9 Perwal No 11 Tahun 2020 itu. Ayat A menyebutkan bahwa petugas karantina dengan Polri/TNI/Gugus Tugas Kota dan Gugus Tugas Kecamatan memberikan informasi/penjelasan maksud dan tujuan pengkarantinaan rumah kepada penghuni rumah yang akan dilakukan tindakan karantina rumah. Sedangkan ayat D menyebutkan bahwa rumah yang dikarantina diberi tanda police line dan dijaga oleh petugas karantina dan Polri/TNI/Gugus Tugas Kota dan Gugus Tugas Kecamatan
Sedangkan di UU Kekarantinaan Kesehatan Pasal 51 ayat 1 menyebutkan bahwa yang wajib memberikan penjelasan kepada penghuni rumah adalah pejabat karantina kesehatan. Sedangkan pasal 73 menyebutkan pejabat karantina kesehatan merupakan pejabat fungsional di bidang kesehatan yang memiliki kompetensi dan kualifikasi di bidang kekarantinaan kesehatan serta ditugaskan di instansi kekarantinaan kesehatan di pintu masuk dan di wilayah, seperti dokter.
"Pelibatan Polri-TNI dalam memberikan penjelasan tidak diperlukan. Justru kehadiran Polri-TNI ini bisa memberi kesan ketakutan ke masyarakat atau ke keluarga yang akan menjalani karantina rumah. Biarlah aparat TNI / Polri bertugas menjaga keamanan," ujar Suryani.
Terkait dengan tugas Polri-TNI untuk menjaga rumah pelaku karantina rumah, Suryani juga menilai hal itu tidak tepat. Sebab, sesuai dengan UU No 6 Tahun 2018 itu, maka Polri-TNI bertugas dalam pelaksanaan karantina wilayah. Dan yang harus diketahui pelaksanaan karantina wilayah harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Menteri Kesehatan. Apabila sudah disetujui Menteri Kesehatan barulah petugas Polri-TNI turun tangan untuk membantu pelaksanaan karantina wilayah
Begitu juga dengan pemasangan police line pada karantina rumah merupakan perbuatan yang tidak diatur dalam Undang-undang Kekarantinaan Kesehatan. Sebab, hanya pada pemberlakuan karantina wilayah maka dibuat garis karantina dan bukan police line atau garis polisi.
Hal ini sesuai dengan Pasal 54 ayat 2 UU Kekarantinaan Kesehatan yang menyebutkan, wilayah yang dikarantina diberi garis karantina dan dijaga terus-menerus oleh pejabat karantina kesehatan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berada di luar wilayah karantina.
"Jadi, sekali lagi, jelas tidak ada yang namanya police line dan penjagaan Polri-TNI dalam karantina rumah," tegasnya.
Suryani juga menyoroti ayat B dan ayat C dari Pasal 9 Perwal tersebut. Ayat B mengatakan bahwa petugas karantina membuat berita acara pelaksanaan tindakan karantina rumah dan ayat C mengatakan kepala keluarga (anggota keluarga yang tertular) menandatangani berita acara pelaksanaan karantina rumah.
Kedua ayat ini juga tidak tepat. Selain tidak ada kewajiban pembuatan dan penandatanganan berita acara pelaksanaan karantina rumah dalam undang-undang, hal itu juga membuat rakyat khawatir takut , sebab berita acara itu identik dengan bahasa hukum.
"Pasti tidak sembarangan rakyat menandatangani berita acara pelaksanaan. Rakyat yang sudah mendapat karantina rumah jangan lah disodorkan dokumen-dokumen seperti ini disaat mereka lagi terbeban dengan penyakit virus corona," tambahnya.
Satu-satunya Balon Wakil Wali Kota Medan perempuan dari Partai Gerindra ini juga menyoroti ayat H dari Pasal 9 Perwal itu yang menyebutkan lamanya pengkarantinaan rumah maksimal 2 kali masa inkubasi juga janggal. Ayat tersebut terkesan menegaskan bahwa Pemko Medan berwenang menetapkan masa waktu pelaksanaan karantina rumah.
"Sedangkan undang-undang menyebutkan bahwa hal itu menjadi tugas dari pejabat karantina kesehatan, bukan menjadi wewenang pemerintah daerah," ujarnya.