Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Sebagai seorang guru, saya memiliki kekuasaan yang sangat besar untuk membuat hidup seorang anak menjadi berguna atau tidak berguna, bahagia atau tidak bahagia, sukses atau gagal. Saya bisa menjadi alat penyiksa atau penginspirasi. Saya bisa merendahkan atau melontarkan canda, melukai atau menyembuhkan. Dalam semua situasi, respon sayalah yang menentukan sebuah masalah akan menjadi semakin besar atau semakin kecil, dan apakah seorang anak akan menjadi semakin berprikemanusiaan atau tidak berprikemanusiaan.
Moralitas sangat berhubungan dengan cara orang saling memperlakukan. Dalam sebuah komunitas kecil seperti kelas, siswa memiliki dua macam hubungan, yaitu hubungan mereka dengan guru dan hubungan mereka dengan siswa lain. Kedua macam hubungan ini berpotensi besar melahirkan dampak positif maupun negatif terhadap perkembangan karakter mereka. Guru memiliki kekuasaan untuk mempengaruhi nilai dan karakter anak-anak setidaknya dalam tiga macam cara:
Pengasuh yang Efektif
Mengasihi dan menghormati siswa, membantu siswa meraih keberhasilan di sekolah, membangun penghargaan diri siswa, dan membantu siswa merasakan moralitas yang sesungguhnya dengan mengamati bagaimana cara guru dalam memperlakukan mereka dengan cara-cara yang bermoral.
Bentuk paling dasar dari pendidikan moral adalah perlakuan yang kita terima. Pendidik moral asal Inggris, Peter McPhail merumuskannya dalam kalimat yang sangat baik: ”Anak-anak senang jika diperlakukan dengan hangat dan kasih sayang, sumber kebahagiaan utama mereka adalah diperlakukan dengan cara seperti ini. Selain itu, ketika anak-anak didukung dengan perlakuan seperti ini, dengan hangat dan kasih sayang, mereka akan memperlakukan orang, hewan, dan bahkan benda-benda mati dengan cara yang sama”.
Menjadi Teladan
Pribadi etis yang menunjukkan sikap hormat dan tanggung jawab, baik di dalam maupun di luar kelas. Guru juga dapat menjadi teladan dalam persoalan moral dan penalaran moral melalui reaksi yang mereka berikan terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan di dalam maupun di luar sekolah.
Seorang Pembimbing
Memberi pengajaran moral dan pengarahan melalui penjelasan, diskusi, penyampaian cerita, menunjukkan semangat pribadi, dan memberikan umpan balik korektif ketika siswa mencoba menyakiti diri mereka sendiri atau menyakiti sesama mereka.
Tentu saja tidak semua guru menggunakan pengaruh moral mereka dengan cara-cara positif seperti ini. Sebagian ada yang memperlakukan siswanya dengan cara yang justru merusak penghargaan diri siswa. Ada juga guru yang berbuat salah karena lalai. Ini terjadi karena mereka tidak memandang diri mereka sebagai pendidik moral. Akibatnya, mereka tidak meluangkan waktu untuk berupaya menumbuhkan nilai-nilai moral melalui interaksi mereka dengan seluruh anggota kelas atau dengan siswa sebagai individu. Tetapi sangat banyak pula guru yang menjalin hubungan dengan para siswanya dengan cara mencontohkan dan memupuk karakter.
Guru dapat menduduki posisi sebagai pengasuh, teladan moral, dan pembimbing apabila:
1. Tidak bersikap pilih kasih, kasar, memperlakukan siswa, atau perilaku lainnya yang meremehkan harga diri dan kebanggaan siswa.
2. Memperlakukan siswa dengan hormat dan kasih sayang.
3. Memadukan contoh baik dan pengajaran moral langsung dengan menunjukan arti penting pendidikan moral.
Tanpa bantuan dari rumah, seorang guru mungkin tidak akan dapat mengubah anak-anak menjadi lebih baik dari hari ke hari. Meskipun seseorang tampaknya hanya menunjukkan sedikit perubahan langsung, jelas jauh lebih baik jika mereka memiliki seorang guru yang memberikan cinta dan tuntunan moral, mengingat bahwa mungkin keadaannya bisa bertambah buruk jika tidak ada upaya dari guru. Dan kita tahu bahwa dalam perkembangan moral sama seperti dalam perkembangan intelektual, kadang ada “Sleeper effect” yakni pengaruh campur tangan guru yang mungkin tidak akan terlihat sampai beberapa tahun kemudian.
Betapapun tak terlihat dan tak pastinya buah dari kerja keras guru, pendidikan nilai-nilai di dalam kelas seharusnya memang dimulai dengan membangun hubungan antara guru dan siswa. Dan ini mendasar sifatnya bagi semua hal lainnya. Jika siswa tidak merasa bahwa gurunya adalah seorang yang menghormati dan peduli pada mereka, mereka kemungkinan besar tidak akan bisa terbuka kepada apapun juga yang mungkin ingin diajarkan guru kepada mereka.
Menyadari arti penting dari hubungan guru dan siswa ini menuntut agar seorang guru memiliki visi moral. Untuk menjadi seorang pendidik moral menuntut guru melihat interaksi sosial bahkan pada hal-hal sekecil apaapun, membayangkan pengaruh jangka panjangnya dari pengalaman anak-anak di sekolah terhadap nilai-nilai dan karakter mereka dan masyarakat seperti apa yang suatu saat kelak akan mereka bantuk pembentukannya, memandang pekerjaan mengajar seperti yang dulu ada, sebagai panggilan khusus ”pembentuk moral”.
Saya yakin ini adalah peran yang sejatinya menarik sebagian guru. Banyak guru yang sudah menjadi model dan pembimbing hebat, meskipun mereka tidak merasa seperti itu. Banyak guru yang memilih mengajar sejak awal bukan karena hanya mereka suka pada anak-anak tetapi karena mereka ingin membuat perbedaan dalam hidup siswa, mengajari mereka nilai-nilai yang baik sekaligus matematika, dan membaca, mempengaruhi jenis manusia seperti apa mereka jadinya nanti.
===
Penulis adalah pendidik di salah satu perguruan swasta di Medan.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]