Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (HIMMAH) Provinsi Sumut mendesak agar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumut untuk mengumumkan perusahaan mana saja yang terlibat dalam pengadaan paket sembako senilai Rp 297,3 miliar.
"Setelah kita temukan adanya indikasi korupsi, demi transparansi kami minta Gugus Tugas mengumumkan nama-nama perusahaan yang ikut dalam pengadaan paket sembako itu," ujar Ketua HIMMAH Sumut, Razak Nasution, Senin (18/5/2020).
Ia juga mempertanyakan upaya pengawasan internal yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Sumut. "Kajatisu itu ikut di dalam struktur Gugus Tugas, mereka melakukan pengawasan. Saya punya rencana untuk melakukan diskusi secara virtual dengan bapak Kajatisu terkait ini, mungkin itu dulu yang akan kita lakukan," ungkapnya.
Mengenai kemungkinan untuk melaporkan indikasi korupsi atas pengadaan paket sembako tersebut, Razak belum bisa memastikan. "Setelah kita dengar pandangan dari bapak Kajatisu dan penjelasan dan transparansi dari Gugus Tugas, baru ditentukan langkah berikutnya," bebernya.
Seperti diketahui, HIMMAH Provinsi Sumut melakukan investigasi terkait pengadaan bantuan sosial (Bansos) berupa paket sembako senilai Rp 225.000/paket yang akan disalurkan kepada 1,3 juta KK warga Sumut yang terdampak langsung wabah virus corona. Hasilnya, HIMMAH menemukan adanya potensi korupsi (mark up) atau penggelembungan mencapai Rp 27,6 miliar.
Kata Razak Nasution, saat investigasi, pihaknya melakukan survei harga bahan sembako di pasar dan grosir. Menurutnya, jumlah paket senilai Rp 225.000 per paket per KK, sebagaimana yang disampaikan Kepala BPBD Sumut, Riadil Akhir Lubis, seperti beras 10 kg Rp112.000, minyak goreng 2 liter Rp28.000, gula 2 kg Rp37.000 dan mi instan 20 bungkus Rp48.000, dinilai sangat tinggi mark up-nya.
Katanya, jika Pemprovsu anggarkan pembelian beras itu 10 kg Rp112.000, padahal harganya di pasaran ukuran 10 kg itu hanya Rp106.000, dan itu sudah beras premium. Lalu minyak goreng, dipasaran itu hanya Rp 24.000 untuk 2 liter sementara harga Pemprovsu Rp 28.000, gula 2 kg di pasaran Rp 32.000, Pemprovsu pasang harga Rp 37.000, sementara mi instan itu harganya paling cuma Rp 40.000 untuk 20 bungkus, sementara Pemprovsu pasang harga Rp 48.000.
"Ini gila permainan ini, terlalu berani tim pengadaan sembako tim Gugus Tugas Covid bermain ambil keuntungan dari bencana ini," katanya, Jumat (15/5/2020).
Menurut Razak, rasanya tidak mungkin jika hanya sekelas Riadil dan Coki Nasution yang bermain ambil keuntungan di balik musibah ini. Ia menduga ada kekuatan Gubernur dalam mengendalikan pengadaan sembako yang setelah di cek terbukti mark up.
Riadil Akhir Lubis sudah menepis tudingan adanya indikasi korupsi dalam pengadaan paket sembako. Ia membantah soal tudingan ambil untung di balik selisih harga pengadaan sembako itu. Disebutkannya, tidak ada aksi ambil untung. "Tidak ada mark up di situ," ujarnya.
Ia merinci harga sembako sebesar Rp 225.000 per paket per kepala keluarga (KK), sebagaimana yang ditetapkan, yakni beras 10 kg Rp 112.000, minyak goreng 2 liter Rp 28.000, gula 2 kg Rp 37.000 dan mi instan 20 bungkus Rp 48.000. "Total semuanya Rp 225.000 per paket bantuan untuk setia KK," jelas Riadil.
Harga masing-masing per jenis bahan sembako itu, menurut Riadil adalah harga rata-rata yang diperoleh dari harga satuan yang dikeluarkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut dan survei harga di pasaran, seperti pasar tradisional, grosir dan di pusat perbelanjaan.
Dan dalam penetapan harga per jenis sembako itu, kata Riadil, turut diawasi BPKP Perwakilan Sumut, Satgas Pangan yang Diketuai Dirreskrimsus Polda Sumut, Disperindag dan lain-lain.
Lebih lanjut disebutkan Riadil, tidak ada secara khusus dianggarkan untuk keuntungan, biaya packing dan pengangkutan bagi perusahaan-perusahaan yang diminta menyediakan paket sembako itu.
Lalu darimana untung perusahaan?. Menurut Riadil, keuntungan sudah termasuk dalam harga masing-masing bahan sembako tersebut. Namun diingatkan jangan sampai kualitas bahan sembako tergerus karena keuntungan.