Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Skema New Normal yang ditawarkan oleh pemerintah untuk menghidupkan kembali kondisi ekonomi masyarakat sempat direspon positif oleh pelaku pasar, khususnya di pasar saham. Ketika pasar saham dibuka usai lebaran, IHSG langsung melesat dan ditutup naik 1,7%. Namun, kebijakan pemerintah ini belum tentu memiliki efektifitas yang cepat merespon tekanan ekonomi belakangan ini.
Pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin, mengatakan, kebijakan ini diambil setelah pandemi corona meluluhlantakan kondisi ekonomi masyarakat. Alhasil pemerintah mengeluarkan skema New Normal dengan 5 tahapan. Dimana pada akhir Juli, aktivitas ekonomi baru dibuka sepenuhnya. "Di awal Juni nanti, fase I baru mulai akan berjalan meski dengan batasan aktivitas yang disesuaikan dengan protokol penanganan covid-19," katanya, Rabu (27/5/2020).
Gunawan menekankan, New Normal belum sepenuhnya mampu membalikkan kondisi ekonomi masyarakat ke kondisi normal seperti biasa. Semuanya masih harus melewati proses.
Menurutnya, ada beberapa catatan ekonomi sebagai terkait New Normal. Pertama, New Normal ini diambil untuk menghindarkan masyarakat dari tekanan ekonomi yang lebih besar selama pandemi corona berlangsung. Jadi langkah yang diambil pemerintah ini merupakan reaksi dari tekanan ekonomi yang ditimbulkan dari virus corona. Kebijakan ini selain menghidupkan ekonomi masyarakat, juga akan menstimulan daya beli masyarakat, meskipun belum bisa menjadi jalan keluar jitu untuk menuntaskan masalah ekonomi masyarakat.
Kedua, New Normal juga memiliki resiko bagi kemungkinan penyebaran corona yang lebih besar kepada masyarakat. Saat jumlah pasien meningkat termasuk juga angka kematiannya. "Saya mengkhawatirkan pemerintah akan mengambil sikap baru yang bisa saja diluar skema New Normal yang diberlakukan," katanya.
Ketiga, masalah mendasar dari pandemi ini adalah belum ditemukannya vaksin maupun obat yang manjur untuk mengatasinya. Dan selama vaksin maupun obat tidak ditemukan, maka selama itu pula ketidakpastian ekonomi akan terus terjadi. Sehingga kebijakan New Normal ini bisa saja berubah arahnya nanti saat dijalankan.
Keempat, kalau pandemi berakhir, kondisi ekonomi belum akan pulih 100%. Dari sisi tekanan ekonomi eksternal bisa dilihat masih ada perang dagang yang tensinya belakangan terus mengalami peningkatan. Masih ada perebutan wilayah di laut Cina Selatan. Masih ada tekanan ekonomi di banyak negara besar yang mungkin masih melakukan recovery atau mungkin masih berjuang melawan pandemi. Dan masih banyak risiko lainnya seperti ketegangan politik hingga potensi penurunan harga komoditas dunia.
"Jadi dengan tekanan ekonomi di tahun 2018 karena perang dagang saja kita sudah mengalami perlambatan di tahun 2019 dan kondisinya saat ini terus memburuk. Perang dagang, kisruh hubungan politik hingga potensi perang dunia, pandemi corona, resesi di banyak negara, hingga potensi penurunan harga komoditas membuat gambaran ekonomi masih suram," kata Gunawan.
Menurutnya, butuh waktu yang lama bagi ekonomi untuk mengalami pemulihan. Sekalipun pandemi corona berakhir di tahun ini, recovery butuh setidaknya 1,5-2 tahun yang akan datang. Jadi kalau nantinya pandemi corona berakhir, baru bisa berharap ada pemulihan ekonomi yang lebih menjanjikan di tahun 2022 mendatang.
"Itupun masih dengan banyak catatan. Pandemi corona berakhir dan tidak ada lagi perang dagang atau kemungkinan perang yang memicu perang dunia ketiga, atau masalah geopolitik lainnya. Kalau sejumlah risiko itu terjadi, maka recovery masih akan butuh waktu yang lebih lama lagi," kata Gunawan.