Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Di masa pandemi covid 19 ini, atribut-atribut psikologis yang terkait dengan psikologi positif (positive psychology) sangatlah relevan demi menjaga dan meningkatkan kualitas kesehatan mental setiap orang. Psikologi positif adalah cabang dari ilmu psikologi yang bertujuan untuk memahami, menguji, menemukan dan meningkatkan berbagai faktor-faktor individual dan komunitas untuk berjuang dan bertahan (Sheldon, et al dalam Hefferon dan Boniwell, 2011).
Psikologi positif berfokus pada kesejahteraan psikologis, kebahagiaan, personal strengths, kebijaksanaan, kreativitas, imaginasi dan karakteristik dari kelompok dan organisasi yang baik. Dengan kata lain, psikologi positif mengeksplorasi hal-hal apa saja yang membuat individu maupun kelompok mengalami perkembangan dalam hidupnya. Jika kita berbicara mengenai faktor-faktor apa saja yang membuat individu dan masyarakat dapat bertumbuh dan berkembang dari segi kualitas psikologisnya, maka kita perlu menganalisis dari level unit pribadi maupun komunitas di mana dia tumbuh dan berinteraksi.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kajian-kajian teologis tentang situasi pandemi Covid-19 bermunculan dalam mencoba mengkaji dan memberi perspektif berbasis keyakinan maupun kepercayaan agama yang ada di Indonesia. Ada perspektif yang mengatakan pandemi ini adalah hukuman dan teguran dari sang Pencipta. Ada yang mengatakan bahwa hal ini sudah pernah dinubuatkan di dalam kitab suci. Terlepas dari pertanyaan “mengapa”, pada akhirnya kajian dari sisi kerohanian mengajak seluruh umatnya untuk tetap percaya bahwa pandemik ini akan berakhir. Hal ini sering dikaitkan dengan iman.
Dampak dari pandemi Covid 19 dirasakan oleh semua pihak. Dampak yang dirasakan antara lain dalam aspek kesehatan, sosial, ekonomi, pendidikan, keamanan, industri, perbankan, dan lain sebagainya. Situasi ini mengharuskan kita untuk terhenti sejenak dari kegiatan rutin biasanya, dan pada saat yang sama dituntut untuk siap dengan perubahan dalam banyak hal. Bagi para individu dengan status terinfeksi Covid 19, ODP maupun PDP, harus melakukan langkah-langkah medis sesuai arahan dari pemerintah maupun pihak berwenang yang terlibat. Kondisi di rumah sakit, sendiri, tidak bisa bergabung dengan keluarga, menimbulkan tekanan tersendiri. Tidak hanya itu, bagi keluarga juga hal ini membuat stres. Bagi masyarakat lain dihimbau untuk tetap di rumah, dan situasi ini pun dapat memberi peluang untuk mengalami stres.
Namun di sisi lain, kesempatan di rumah saja dapat dilihat dari sudut pandang yang positif, di mana waktu di rumah dapat digunakan untuk melakukan hal-hal yang positif, misalnya lebih banyak aktivitas kreatif yang dilakukan antara orang tua dan anak, seperti bermain bersama, belajar bersama, memasak bersama, dan lain sebagainya. Selain itu, ada kesempatan lebih banyak untuk beribadah bersama. Misalnya, yang dulunya jarang berdoa atau membaca kitab suci, menjadi lebih rajin dan intens untuk melakukan ibadah di rumah. Dalam kehidupan berkomunitas dan bermasyarakat, banyak aksi-aksi sosial yang dilakukan oleh baik secara pribadi maupun secara komunal untuk memberikan bantuan bagi para tenaga medis yang berjuang di garda paling depan, dan bagi orang-orang yang mengalami dampak langsung secara ekonomi dari pandemi Covid 19.
Dengan demikian, dapat dilihat bahwa dalam masa pandemi Covid 19 ini, kehidupan kerohanian, dan kehidupan pribadi sosial dari setiap manusia dituntut untuk memberi respon yang tepat. Pilihan berada pada dua kutub antara memandang secara optimis atau pesimis; menyerah dengan keadaan atau melakukan langkah-langkah positif: atau semakin mempunyai waktu untuk mengekspresikan cinta terhadap pasangan dan keluarga atau malah semakin sering bertengkar karena selalu bersama sepanjang hari? Ketiga aspek ini terkati dengan tiga tema yang berhubungan dengan kualitas manusia untuk bertumbuh dan berkembang, yaitu iman (faith), harapan (hope), dan cinta (love).
Apakah iman dari sudut pandang psikologi? Ketika kita bicara tentang iman, maka kita berbicara tentang dimensi spiritual dari individu. Banyak penelitian telah menunjukkan interaksi antara implikasi dari spiritualitas dengan berbagai fungsi psikologis manusia, di mana ada hubungan antara spiritualitas dengan kesehatan mental, dengan pengurangan penggunaan obat-obatan dan alkohol, dengan fungsi pernikahan, dengan pola asuh, dengan lainnya (Synder & Lopez, 2005).
Sering sekali spiritualitas dikaitkan dengan religiusitas, walaupun secara konseptual ada perbedaan di antaranya. Namun tidak dapat dipungkiri, baik religiusitas dan spiritualitas mempunyai implikasi terhadap kesejahteraan psikologis. Pargament & Mahoney (dalam Synder & Lopez, 2005) merangkum pengertian dari spiritualitas sebagai suatu pencarian akan suatu yang sakral (a search for a sacred). Dua istilah kunci dalam definisi ini adalah search dan sacred. Kata search menunjukkan adanya suatu proses yang melibatkan upaya untuk menemukan sesuatu yang sakral atau keramat dan adanya usaha untuk tetap berpegang pada suatu yang sakral tersebut, ketika ditemukan berdasarkan hasil pencarian sebelumnya. Pencarian itu bisa melibatkan keterlibatan sosial, misalnya melalui agama (dengan ritual atau praktek seperti berdoa, membaca kitab suci), ataupun kelompok masyarakat lainnya yang tidak berbasis agama, ataupun melalui gerakan spiritual kontemporer seperti feminisme, dan lainnya. Kata sacred mengacu pada suatu hal yang kudus, yang dipisahkan secara khusus, dan layak untuk di hormati. Hal ini meliputi konsep tentang Tuhan, sesuatu yang transenden dan agung.
Indonesia sebagai negara yang berlandaskan Tuhan Yang Maha Esa, terdiri dari penduduk dengan beragam dari segi agama dan kepercayaan. Maka tidak dapat dipungkiri, spiritualitas dari masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh peran agama yang dianut. Peran agama begitu mendasar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat karena tidak hanya agama memberikan kejelasan status warga negara Indonesia (dengan dicantumkannya agama pada dokumen-dokumen kewarganegaraan), namun juga memberikan suatu komunitas sosial yang bersifat mendukung bagi para anggotanya. Ketika individu memahami berbagai situasi hidupnya dalam pespektif yang berkaitan dengan ajaran-ajaran agama, maka kehidupan sipritualitasnya berlandaskan kepercayaannya pada Tuhan.
Harapan (hope) dari sudut pandang psikologi positif adalah suatu determinasi (dorongan) untuk mencapai tujuan-tujuan disertai dengan keyakinan bahwa banyak cara dapat dilakukan dalam rangka mencapainya (Hefferon & Boniwell, 2011). Dalam konsep ini, keyakinan yang terkandung dalam harapan adalah kepercayaan bahwa individu mampu memulai suatu langkah dan terus melangkah melalui cara atau jalan yang telah dipilih untuk sampai pada tujuan yang ditentukan. Pemikiran tersebut, akan memberikan dorongan dan energi bagi individu tersebut.
Harapan juga mengandung unsur keyakinan dan kemampuan individu untuk memikirkan beberapa alternatif cara atau jalan untuk mencapai tujuan yang dikejar. Individu dengan tingkat harapan yang tinggi biasanya menetapkan tujuan-tujuan yang agak sulit, namun biasanya mereka lebih mungkin untuk mencapainya. Tingkat harapan seseorang berkorelasi dengan self-esteem, emosi positif, effective coping, prestasi akademik, dan kesehatan fisik (Synder, 2002 dalam Hefferon & Boniwell, 2011).
Konsep cinta (love) dalam konteks pandemic Covid-19 ini mengacu pada relasi antara pasangan, antara orangtua anak maupun antara anggota keluarga satu sama lain dalam satu rumah. Situasi yang mengharuskan untuk stay at home mau tidak mau membuat seluruh anggota keluarga untuk berada bersama di rumah. Orang tua yang biasanya pergi kerja setiap hari, atau mengikuti kegiatan keagamaan atau komunitas lainnya akhirnya berada di rumah sepanjang hari. Anak yang biasanya pergi ke sekolah atau ke kampus, kursus, atau kegiatan lainnya, terpaksa hanya berada di rumah sepanjang hari, belajar dan bermain di rumah.
Bagaimana interaksi dan aktivitas dari setiap anggota keluarga turut mempengaruhi bagaimana suasana di rumah. Tentunya hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kelekatan antara satu anggota keluarga dengan yang lainnya. Bagi para orangtua sebagai orang yang paling dewasa dalam keluarga, sangat penting perannya meningkatkan kualitas hubungan antara setiap anggota keluarga. Kesempatan stay at home mari diisi dengan aktivitas bersama yang semakin menumbuhkan rasa keterikatan emosional satu sama lain, sehingga setiap anggota keluarga semakin merasakan cinta dan kasih satu sama lain.
Sebagai kesimpulan, masa pandemi Covid-19 membawa perubahan signifikan dalam hidup kita secara pribadi maupun secara komunal di keluarga kita masing-masing. Dengan kondisi ketidakpastian yang masih dirasakan tentang banyak hal seperti: berapa lama lagi situasi ini, bagaimana dampaknya kelak pada pekerjaan dan keadaan ekonomi keluarga, dampaknya pada bangsa Indonesia, dan lain sebagainya. Semua situasi ini berpotensi membuat cemas, tertekan maupun depresi. Namun, kita bisa memilih untuk bersikap positif dan melakukan langkah-langkah yang membuat kita justru makin bertumbuh, dalam iman, harapan, dan cinta serta dukungan dari orang-orang terdekat.
===
Penulis adalah dosen tetap di Fakultas Psikologi Universitas HKBP Nommensen, Medan.
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]