Kecuali petahana Dzulmi Eldin, kita tidak tahu bagaimana gagasan sembilan bakal calon lainnnya yang berminat menjadi kandidat Wali Kota Medan membenahi kota tercinta ini. Bagaimana mereka mengatasi problem banjir, pedagang kakilima, ruang terbuka hijau (RTH) yang minim, menciptakan arus lalulintas yang lancar, kota bersih sampah, mengentaskan kemiskinan dan lain sebagainya. ...
Saya pikir-pikir, Wali Kota Medan itu bukanlah jabatan yang enak. Siapapun yang mendudukinya akan didera stres panjang. Banyak problem perkotaan yang melanda kota yang sudah berumur 429 tahun itu.
Who gets what (siapa mendapat apa) dari Harold Lasswell meramaikan kancah politik lagi. Seiring kemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin dalam Pilpres 2019, kini kursi menteri di kabinet pun ramai-ramai diincar. PKB mengusulkan 10 calon menteri. dan Nasdem 11 calon menteri.
"Hari ini pada tanggal 7 Juli 2019, saya Airlangga Hartarto setelah menerima amanat dan aspirasi dari 400 pemegang suara di Partai Golkar dan dengan dukungan yang masih mengalir,” kata Airlangga Hartarto dalam deklarasinya di Makassar, pada Minggu (7/7/2019).
Saya tersenyum membaca berita ketika PKB menargetkan 10 kursi menteri untuk partainya. Itu diucapkan oleh Ketua Umum PKB Muhaimin “Cak Imin” Iskandar belum lama ini. Partai Nasdem juga meminta 11 kursi, karena perolehan kursinya di DPR lebih banyak dari PKB. Ini diucapkan oleh Anggota Dewan Pakar Partai Nasdem Taufiqulhadi pada 3 Juli lalu di Jakarta.
Jabatannya prestisius. Yakni, Menteri Energi, Teknologi, Sains, Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup. Itulah Yeo Bee Yin, yang diantik PM Malayia Mahathir Mohamad pada 3 Juli 2018 lalu. Yeo adalah insinyur dari Univerty of Technology petronas Malaysia dan Bachelor of Chemical Engineering dari Univeristy of Cambridge Inggris. Usianya saat dilantik masih 34 tahun.
Hati manusia tidaklah terbuat dari mesin. Ibarat mobil, jika kunci kontak di-start, maka mesin mobil akan menyala. Sebaliknya jika dimatikan, mesin mobil pun tak hidup. Serba serta-merta.
Asyik juga mendengarkan rakyat berbicara tentang calon wali kota atau bupati menjelang musim Pilkada Serentak September 2020. “Kita bosan dengan yang lama,” kata yang satu. “Perlu wajah baru,” seru yang lain.
Fenomena calon independen atau perseorangan riuh rendah jua di daerah ini. Padahal Pilkada Serentak 2020 di berbagai kabupaten-kota di Sumatera Utara jatuh di bulan September. He-he, masih setahun lebih lagi.
Setiap orang itu memiliki masa-masa tertentu, yakni masa berkibar-kibar, yang datang karena buah ikhtiar di waktu yang lalu. Namun ketika waktu beredar, era sukses itu berlalu, dan muncullah tokoh baru.
Benarlah itu. Sudah berusia 429 tahun pada 1 Juli, hari ini. Bermula dari kampung pada 1590, lalu menjadi kota metropolitan. Jika pun ada yang “tak nyaman” adalah resultante dari masa silam. Tidak adil dibebankan di pundak Wali Kota Dzulmi Eldin seorang. Sebelumnya, sudah berderet nama wali kota lainnya.
Ha-ha, negeri kita ini doyan politik-politikan. Diawali Pemilu Legislatif (PIleg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada 2014. Kemudian, disusul Pilkada Serentak 2015 di 204 daerah; Pilkada Serentak 2016 di 100 daerah; Pilkada Serentak 2017 di 101 daerah; Pilkada Serentak 2018 di 118 daerah dan Pilkada Serentak 2019 di 52 daerah. Lalu, kembali Pileg dan Pilpres Serentak ...
Politik tak pernah “mati.” Meskipun Mahkamah Konstitusi telah menolak gugatan kubu 02 terhadap hasil perhitungan suara Pilpres pada 17 April 2019. Artinya, walaupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno telah dikalahkan duet Jokowi-Ma’ruf Amin, tak berarti politik telah rest in peace (RIP).
Jika neraca perdagangan kita diibaratkan sebuah restoran, maka konsumen yang datang untuk makan hanya sedikit. Padahal pengeluaran untuk belanja modal bahan makanan cukup besar. Bila terus berkepanjangan, aduhai, ada harapan restoran itu akan bangkrut.
Wah, ini dahsyat. Jika Pesiden Joko Widodo terpilih menjadi Presiden, dia ingin memilih orang muda, yang berusia 20 hingga 40 tahun menjadi menteri seperti diungkapkannya belum lama ini, pantas dielu-elukan.
Mari berhitung. Jika diturunkan 12% sampai 16% dari harga tiket pesawat sekitar Rp 2 juta, apakah sudah terbilang murah? Artinya, kira-kira hanya terpangkas sekitar Rp 240.000 hingga Rp 320.000. He-he, harga tiket masih sekitar Rp 1.680.000 hingga Rp 1.760.000.
Mungkin, inilah matematika politik. Jika Capres yang populer dan berelektabilitas tinggi berasal dari parpol tertentu, maka parpol itu akan kecipratan mendulang suara. Buktinya, ketika Joko Widodo dari PDIP pada 2014-meskipun dicalonkan oleh beberapa koalisi parpol-PDIP keluar sebagai juara Pileg dengan perolehan sekitar 18-19% mengikuti kemenangan Jokowi-JK.
Ada yang menilainya cara usang. Ada yang menganggapnya menghalangi demokrasi dan kebebasan berpendapat. Reaksi itulah yang terdengar setelah Menkopolhukam Wiranto mengumumkan akan membentuk sebuah tim hukum nasional yang bertugas mengkaji ucapan hingga tindakan dari tokoh-tokoh di negeri ini yang dianggap melanggar hukum.
Tiket pesawat? Tinggi tinggi sekali! Akibatnya, tak hanya jumlah penumpang merosot, tapi okupasi hotel juga tergerus. Berimbas juga ke sektor pariwisata dengan menurunnya kunjungan turis. Tak sedikit pula biro perjalanan yang bangkrut.
Saya teringat film “Survival Family” yang disutradarai Shinobu Yaguchi dan dirilis pada 11 Februari tahun 2017 di Jepang. Film ini mendeskripsikan Jepang ketika listrik padam, alahmak, selama dua tahun nonstop. He-he, namanya juga sebuah film, sebuah dunia rekaan seniman sinema.
Istri saya mengeluh. Harga bawang putih yang semula Rp 30.000 naik menjadi Rp 85.000/kg. Padahal bawang putih biasa dijadikan sebagai bumbu masakan agar lebih berasa. Bahkan jika dikunyak mentah-mentah bisa menurunkan darah tinggi.
Tidak ada “orang luar.” Empat belas orang para Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemprovsu yang dilantik Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, Selasa (7/5) lalu adalah mereka yang selama ini berkiprah di Sumatera Utara.
Seorang ayah menyuruh anaknya membeli koran pagi. Dia disebut sukses jika kemudian anaknya pulang membawa suratkabar. Bukan rokok. Harganya pun tidak di-mark up. Dibeli pagi itu juga, bukan siang hari. Begitulah, sederhananya ilustrasi tentang kepemimpinan.
Tradisi sudah lama menyusup menjadi faktor ekonomi. Buktinya, setiap menjelang puasa Ramadan, harga daging sapi akan menaik. Maklum, permintaan tinggi dan umumnya orang tidak begitu mempersoalkan harganya yang melambung dari biasanya.
Tak afdol rasanya Lebaran tanpa mudik Lebaran ke kampung halaman. Maklum, sudah menjadi budaya. Bahkan, walaupun tiket pesawat masih mahal, para pemudik pantang mundur. Bak air mengalir, akan mencari tempat yang terendah. Angkutan laut dan darat pun akan disukai.
Dua hari lagi, Senin, 6 Juni, puasa Ramadan turun ke bumi. Juga ke Indonesia. Inilah bulan “menahan nafsu” yang tak hanya makan-minum. Tetapi juga menjaga lidah, mata, telinga dan perbuatan dari hal-hal tak terpuji, termasuk menjaga persaudaraan.
Pemerintahan yang kuat itu jika banyak teman. Begitu kata Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menanggapi pertemuan Presiden Jokowi dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), politikus Partai Demokrat, putra Yudhoyono, Ketua Umum Partai Demokrat, di Istana Negara, Jakarta, Kamis (2/5/2019).
Air melulu yang menghantui Nabi Nuh. Kemudian, ia pimpin umatnya berperahu mencari tanah idaman. Gubernur Jakarta pun harus memimpin rakyatnya hijrah ke “kota baru.” Masalahnya, isu besar Jakarta yang macet dan banjir bagaikan tak tertanggulangi. dengan tambal sulam.” Padahal masalah baru muncul bak deret ukur.
Makin santer. Tapi belum final. Kemungkinan PAN akan merapat ke koalisi Jokowi-Ma’ruf diisyaratkan oleh Wakil Ketua Umum PAN Bara Hasibuan yang melihat peluang itu. "Yang jelas kami, kan, akan melihat posisi kami lagi, ya. Kan pemilihan presiden sudah selesai, ya, jadi kita lihat nanti ke depannya gimana," kata Bara di Jakarta, Kamis (25/4).
Wilayah garis keras, apa pula itu? Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengklarifikasi bahwa ada beberapa daerah yang dulunya pernah melakukan pemberontakan. “Saya katakan dulunya ada DI/TII Kartosuwiryo di Jabar, dulu PRRI di Sumbar, dulu GAM di Aceh, dulu DI/TII Kahar Muzakkar di Sulsel,” kata Mahfud seperti dikutip Suara. com, Senin (29/4/2019), dari ...
Badai pasti berlalu. Judul lagu Chrisye itu saya yakini akan mengakhiri sengkarut hasil Pilpres 2019 yang hiruk-pikuk. Mulanya, “memang awan hitam di hati yang sedang gelisah/ daun-daun berguguran/ satu satu jatuh ke pangkuan. Tapi kemudian, “musim itu telah berlalu/ matahari segera berganti/ badai pasti berlalu. ” Begitulah, cuplikan lirik lagu “Badai ...
Pengumuman hasil Pipres masih sekitar tiga pekan lagi. Namun “pagi-pagi” lagi isu koalisi parpol sudah berembus. Misalnya, tentang kemungkinan Partai Demokrat akan bergabung dengan koalisi parpol pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin.
Inilah sebuah negeri yang aneh. Setiap orang yang mati hanya boleh dikuburkan jika mempunyai SKKB (Surat Keterangan Kematian yang Baik). Hal itu tertuang di dalam UU Pemberantasan Pelaku Korupsi yang berlaku di negeri itu. UU ini dibuat agar para koruptor jera. Jika tidak punya SKKB, maka mayatnya tidak boleh dikubur karena dianggap tidak bersih dari korupsi.
Siapapun yang kelak diumumkan oleh KPU sebagai pemenang Pemilihan Presiden – entah Jokowi atau Prabowo – saya ingat ungkapan Batak. "Molo monang ho marjuji, sude mandok lae". Artinya kalau kau menang berjudi, semua akan memanggil kau "lae”. Atau dengan sebutan lain, misalnya, bang, bos atau pak katua.
Politik mekar, ekonomi lesu. Contohnya, okupansi atau tingkat hunian hotel di Indonesia merosot hingga 20-40% di bulan Januari-April 2019. Memang bagaikan main domino. Mulanya, harga tiket pesawat menaik secara signifikan. Eh, kemudian dilanda low season pada Januari-Maret 2019 seusai musim liburan Natal dan Tahun Baru.
Saya ingat dulu, pada 28 Januari 2010 aksi mahasiswa di berbagai kota di Indonesia berdemonstrasi meminta Presiden Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono mundur dari jabatannya. Itu persis 100 hari setelah pemerintahan baru, setelah SBY-Boediono memenangkan Pemilu 2009.
Tepatlah jika rekapitulasi perhitungan suara Pemilu 2019 dilakukan secara manual. Tidak dengan sistem
elektronik yang menggunakan teknologi infomasi. Maklum, iinfrastruktur teknologi infomasi belum
merata di negeri ini. Belum total mencapai pedesaan. Bahkan juga kecamatan di daerah terpencil.
Saya kaget membaca berita bahwa Dahlan Hasan Nasution mundur sebagai Bupati Mandailing Natal (Madina). Surat pengunduran diri itu ditujukan ke Presiden melalui Mendagri tertanggal 18 April 2019. Syahdan, inilah bentuk tanggung jawabnya atas anjloknya perolehan suara pasangan calon no urut 01, Jokowi-Ma'ruf di Madina pada Pilpres 2019.
Saya gembira ketika hari-hari ini “perang data” berkobar antara BPN (Badan Pemenangan Nasonal) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan TKN (Tim Kampane Nasional) Jokowi-Ma’ruf Amin. Bahkan juga antara BPN Prabowo-Sandi dengan berbagai lembaga survei yang melaksanakan quick count (hitung cepat) hasil Pilpres 2019.
Bosan membaca berita klaim “menang-menangan” dalam Pilpres 2019, mari sejenak mereka-reka peta politik Pilpres 2024. Joko Widodo karena sudah dua priode – jika kelak diumumkan KPU sebagai pemenang Pilpres -- tak bisa lagi mencalonkan diri.
Maaf beribu maaf. Negeri ini sibuk berpolitik. Meskipun Pilpres dan Pileg 2019 berakhir 17 April 2019, tapi tahun politik belum selesai, Bung! Bangsa ini masih sibuk dengan politik hingga enam bulan ke depan. Masih harus menunggu pelantikan anggota DPR-DPD dan DPRD serta pengambilan sumpah Presiden dan Wakil Presiden.
Waktu itu setia. Akan selalu menepati janjinya. Contohnya, matahari akan terbit setiap pagi di ufuk timur. Barangkali, ilustrasi ini cocok digunakan untuk menentukan siapa pemenang Pilpres 2019. Seperti sudah banyak diketahui umum, bahwa berbagai lembaga survei mengisyaratkan keunggulan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Usai salat subuh, Bargot Siregar, tokoh fiksi kolom ini lari pagi di kompleks dia bermukim di pojok Kota Medan. Udara pagi yang segar dihirupnya. Dia bertemu orang-orang satu pemukiman dan saling berucap “selamat pagi.” Setelah keringat mengering, Bargot mandi. Tubuh pun terasa bugar.
Saya bangga melihat antusiasme pemilih pada Pemilu 2019 di luar negeri. Antrean panjang dan WNI berduyun-duyun menuju TPS. Suasana itu tercermin dalam tayangan televisi di Frankfurt, Jerman, London, Hong Kong, Singapura, Sydney, Osaka hingga Kualalumpur.
Tenang, minggu tenang! Tak berarti Anda libur politik. Sebab, politik itu adalah kebutuhan bagaikan oksigen bagi manusia. Selain sebagai seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan, politik juga adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama, menurut teori klasik Aristoteles. Politik selalu ada day to day.
Saya terharu menyaksikan tayangan televisi pada saat penutupan debat kelima Capres-Cawapres, Sabtu, 13 April lalu. Bukan hanya karena penyanyi Afgan Syahreza dan Putri Ayu melantunkan lagu “Indonesia Pusaka” karya Ismail Marzuki, di Golden Ballroom, Hotel Sultan, Jakarta Pusat. Tetapi juga karena melihat kedua pasangan calon (paslon) saling bersalaman dan ...
Dilarang berkampanye. Alat peraga harus diturunkan. Minggu tenang sudah tiba. Yakni mulai esok hari, Minggu, 14 April hingga Selasa, 16 April, menjelang hari pencoblosan, Rabu, 17 April 2019.
Elok juga kita melirik Pemilu India, yang terbesar di dunia dengan 900 juta pemilih. Seperti disiarkan berbagai kantor berita, Perdana Menteri (PM) Narendra Modi masih bertekad memenangi Pemilu walau beragam masalah masih menghadang.