Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Medan. Keberadaan serikat pekerja pers sudah sangat mendesak dan wajib untuk segera dibentuk. Jika belum bisa dibentuk di setiap perusahaan, dapat dibentuk dengan lintas media. Selama ini, perusahaan menjadi salah satu penghambat berdirinya serikat pekerja pers.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan mendorong terbentuknya serikat pekerja media lintas media sebagai awal untuk membangun kesadaran berserikat di kalangan pekerja media sekaligus mendorong terbentuknya serikat pekerja media di tiap perusahaan media.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Serikat Pekerja Kontributor Tempo (Sepakat) Eddy Faisol dalam Diskusi Publik, Refleksi Hari Buruh Sedunia, di d'Palass Cafe & Boutique, Rabu (3/5).
Dijelaskannya, sudah sangat wajib dan penting bagi jurnalis dalam hubungan pekerjaannya. Yang menjadi masalah adalah, kesadaran berserikat pada sebagian pekerja media masih rendah. Padahal, resiko pekerjaannya tinggi.
Dalam momentum kebebasan pers, kata dia, ternyata faktor penghambatnya bukan hanya dari pihak luar, misalnya aparatur pemerintah, militer ataupun preman melainkan dari perusahaan itu sendiri.
"Kebebasan jurnalis masih terbelenggu di perusahaannya. Sepakah yang hadir sejak tahun 2008 lahir karena kesadaran berserikat," ungkapnya.
Dia menuturkan, serikat pekerja berfungsi untuk memperjuangkan hak-hak jurnalis sekaligus sebagai wadah untuk membangun perlindungan dan silaturahmi untuk mencapai kesejahteraannya.
"Kawan-kawan saat ini masih menikmati upah yang beluml layak. Pemenuhan kebutuhannya masih rendah. Jika perekonomiannya rendah, maka karya jurnalistiknya akan dipengaruhi kepentingan luar, di sisi lain dia harus memenuhi kebutuhan informasi yang baik," katanya.
Pasca reformasi, menurutnya ada lebih dari 35 serikat pekerja pers. Seiring waktu berjalan, tidak lebih dari 10 serikat pekerja pers yang masih aktif. Menurutnya, diskusi publik ini dapat menjadi awal pendirian serikat pekerja pers. "Kalaupun tak di perusahaan sendiri, bisa dengan lintas media seperti di di Semarang," katanya.
Rendahnya kesadaran berserikat pekerja pers tidak hanya terjadi Medan tetapi terjadi secara nasional, contohnya, anggota federasi yang awalnya lebih dari 35 berkurang menjadi tak lebih dari 10 yang aktif.
"Padahal, asumsi publik, jurnalis adalah kelompok masyarakat yang cerdas, tapi ketika berhubungan dengan serikat pekerja, kecil sekali. Tak seperti buruh manufaktur misalnya,
Penyebabnya, lanjut dia, pertama, tingkat keseriusan pekerjaan media, keberpihakan. Kedua, ada tipologi jurnalis yang mengejar karir yang mana setelah selama dia mendapatkan upah layak dia akan asyik sendiri.
Selain itu, ada pula tipologi jurnalis yang memanfaatkan statusnya sehingga menjadikannyamalas bersikap karena sudah sejahtera. "Ini yang jadi masalah ini yang mungkin berpengaruh kepada rendahnya kesadaran jurnalis dalam berserikat," katanya.
Kepala Seksi Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Medan, Effendi Situmorang mengatakan, pihaknya mencatat ada 900 unit kerja yang mana tidak ada satupun serikat yang beranggotakan dari insan pers. Padahal, menurutnya, untuk membuat serikat pekerja sangat mudah.
Pembentukannya hanya memerlukan minimal 10 orang, dengan menyertakan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), memilih struktur kepengurusanya berikut syarat-syarat administrasi lainnya. "Kalau ada lima terbentu nanti bisa dibentuk federasi, dan harus menunjukkan sektor usahanya, agar wadah tersebut tidak digunakan untuk kepentingan lain," ungkapnya.
Willy Agus Utomo, Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Sumatera Utara mengatakan, selama ini masih banyak yang enggan disebut buruh walaupun pekerjaannya adalah buruh.
"Buruh itu kan, ada perintah, pekerjaan, dan menerima upah dari pekerjaannya dan setiap saat bisa di-PHK. Tapi, misalnya model, SPG, tak mau disebut buruh padahal mereka mendapatkan upah dari pekerjaannya," jelasnya.
Disebutkannya, tidak ada perusahaan yang senang jika pekerjanya membuat serikat buruh meskipun sudah menjadi haknya untuk berserikat. Karena itu yang terpenting adalah membangun kesadaran di tingkat pekerja untuk berserikat. Pengalaman ketika mendapat perlakuan buruk dari perusahaan setelah mendirikan atau bergabung dalam serikat pekerja sudah menjadi makanan setiap hari bagi pekerja.
"Ini forum penting karena dengan berserikat tentunya ada banyak manfaatnya, untuk berjuang bersama apapun resikonya dan mengadvokasi sampai akhir. Meskipun memang bisa jadi ada trauma," ucapnya.
Koordinator Divisi Serikat Pekerja Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, Liston Damanik mengatakan, akan menggandeng organisasi jurnalis lainnya untuk mendorong terbentuknya serikat pekerja media di Sumatera Utara. "Ada banyak masukan dan ide dari acara ini yang bisa diterapkan misalnya, pembentukan serikat pekerja lintas media.
Semoga ini bisa menjadi satu cara untuk menumbuhkan kesadaran berserikat di kalangan jurnalis. Ini sekaligus untuk mendorong terbentuknya serikat pekerja media di tiap perusahaan media. " katanya. (dewantoro)