Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Medan. Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kota Medan, dr Wijaya Juwarna SpTHT-KL, menegaskan, kolegium tak boleh terpisah dari organisasi keprofesian dokter tersebut. Kolegium harus ada bersama dengan IDI.
"Saya berpikir kolegium harus tetap berada di IDI. Artinya, jangan merombak sesuatu yang sudah baik," ungkapnya, Kamis (22/6/2017), di Medan.
Jika hal ini terjadi, sambung Wijaya, maka mutu pelayanan kesehatan akan sulit dicapai dengan baik. Padahal, IDI merupakan wadah organisasi yang mengevaluasi dan mengontrol output, pasca dari pendidikan di fakultas kedokteran.
"Kalau ini terjadi, saya pikir akan menjadi gelombang-gelombang di dunia kesehatan," tegasnya.
Namun baru-baru ini, beberapa orang dokter senior di Jakarta melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan Undang-Undang Praktik kedokteran dan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran.
Hal ini terjadi, setelah munculnya dokter layanan primer yang membutuhkan kolegium, karena saat ini sudah angkatan ke 2 lulusan Universitas Padjadjaran Bandung.
"Jika mereka tamat, maka butuh legalitas dari kolegium, sementara sertifikasinya belum bisa dilakukan, karena kolegiumnya belum dibentuk IDI," jelasnya.
Oleh karena itu, menurut Wijaya, hal tersebut menjadi salah satu dasar dilakukannya judicial review itu. Mereka menuntut agar kolegium supaya dipisah dari IDI.
"Kalau seandainya kolegium dipisah, maka peran IDI dalam kedokteran khususnya evaluasi dan kontrol output dari Fakultas Kedokteran tidak akan ada lagi. Padahal tiga lembaga pelayanan kesehatan adalah fakultas kedokteran, IDI, dan Puskesmas atau rumah sakit," pungkasnya.