Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Medan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut mendesak agar atraksi lumba-lumba yang berlangsung di Gelanggang Remaja, Jalan Sutomo, Medan, segera dihentikan. Atraksi lumba-lumba adalah bentuk eksploitasi yang menyiksa lumba-lumba.
"Itu tidak layak jadi tontonan. Tontonan yang meriah tapi menyiksa lumba-lumba. Kita tertawa tapi lumba-lumbanya tersiksa," kata Direktur Walhi Sumut, Dana Tarigan, Jumat (23/6/2017) sore.
Dikatakannya, kehadiran lumba-lumba di kolam atraksi diawali dengan cara-cara yang menyiksa. Dari mulai ditangkap dari habitatnya di laut.
"Belum lagi waktu melatihnya itu sangat menyiksa bagi lumba-lumba. Cara memindahkan lumba-lumba itu aja ke kolam mereka belum punya cara yang baik," terangnya.
Atraksi lumba-lumba di Medan ini merupakan kali ke sekian selama beberapa tahun terakhir. Meski begitu, tidak ada aksi penolakan masif untuk menghentikan atraksi lumba-lumba tersebut.
Pemko Medan bekerja sama dengan PT WSI asal Kendal, Jawa Tengah menggelar pertunjukan atraksi lumba-lumba dan aneka satwa di GOR Sutomo 23 Juni-6 Agustus. Ada dua ekor lumba-lumba yang jadi pertunjukan.Pembukaan diresmikan oleh Direktur PD Pembangunan Kota Medan Putrama Alkhairi. Juga hadir Asisten Ekonomi Pembangunan Pemko Medan Qamarul Fattah, tampak juga anggota DPRD Medan dari Fraksi PDIP Boydo Panjaitan.
Dalam peresmian, hadir seribuan warga yang didominasi anak-anak dan remaja. Membludaknya penonton yang memadati GOR dikarenakan untuk pembukaan tidak dikenakan tiket masuk alias gratis.
Dalam sambutannya, Putrama menyampaikan, atraksi ini ditujukan untuk menghadirkan hiburan yang memberi edukasi.
"Medan sebagai kota metropolitan butuh hiburan yang mendidik. Kami bersama lembaga konservasi ingin memberi edukasi, mudah-mudahan hiburan ini memberi manfaat," kata Putrama.
Atraksi lumba-lumba di negara-negara maju dilarang karena merupakan bentuk eksploitasi terhadap mamalia cerdas itu. Seorang mantan pelatih lumba-lumba bernama Ric O'Barry bersama sutradra Louis Pshihoyos mengangkat kisah praktik pemburuan lumba-lumba di Jepang, baik untuk dikonsumsi dan keperluan atraksi dalam film berjudul The Cobe.
Ric yang mantan pelatih lumba-lumba mengangkat kisah ini untuk menyadarkan masyarakat tentang perlakuan manusia kepada lumba-lumba. Film yang diproduksi pada 2009 ini kemudian memenangkan Piala Oscar 2010 sebagai film dokumenter terbaik.
Film ini membuka cakrawala luas tentang perlakuan manusia terhadap lumba-lumba. (iskandar z siahaan).