Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jember - Gara-gara menyimpan senjata api (senpi) rakitan, Andriyanto alias Andri (35), warga Dusun Glengseran, Desa Suci, Kecamatan Panti, terpaksa berurusan dengan polisi. Pria yang berprofesi sebagai karyawan harian lepas Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember, afdeling Gunung Pasang itu, diamankan polisi tak jauh dari rumahnya.
Dari tangannya, polisi menyita senpi laras panjang berikut 14 butir amunisi. Menurut Kapolres Jember AKBP Kusworo Wibowo, penangkapan terhadap Andri bermula dari informasi masyarakat.
"Ada masyarakat yang melapor bahwa tersangka memiliki senpi rakitan. Laporan itu kami tindaklanjuti dan kami lakukan penggeledahan, ternyata benar yang bersangkutan memiliki senpi itu," kata Kusworo, Senin (24/7/2017).
Kusworo menjelaskan, senpi itu merupakan senapan angin yang sudah dimodifikasi. "Kalau jenisnya ini Moser. Sudah dipasang teleskop dan juga peredam," kata Kusworo.
Selama ini, senjata itu sering digunakan untuk berburu hewan seperti babi hutan. Bahkan, cukup sering teman-teman tersangka meminjam Senpi itu untuk berburu.
"Awalnya kami menduga senpi itu disewakan. Ternyata dari pengakuan tersangka, dia tidak pernah menyewakan. Namun kalau ada yang mau pinjam dikasih," jelas Kusworo.
Disinggung 14 butir amunisi yang disita dari tangan tersangka, Kusworo enggan memberikan jawaban. Dia menegaskan, bahwa pihaknya masih terus melakukan penyelidikan.
Di hadapan petugas, tersangka mengaku bahwa dia sudah memiliki senpi itu sejak tahun 2014 lalu. Namun tersangka berkilah, bahwa Senpi itu bukan buatan tangannya. "Kata tersangka, senpi ini diberi temannya sekitar tahun 2014 lalu. Sementara temannya itu sudah meninggal dunia," jelas Kusworo.
Yang jelas, lanjut Kusworo, pihaknya masih akan terus mengembangkan kasus tersebut. Apakah Senpi itu selama ini hanya untuk berburu, atau perbuatan jahat lainnya. Sementara akibat perbuatannya, tersangka dijerat dengan Undang-undang Darurat Nomor 12 tahun 1951.
"Untuk ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara," pungkas Kusworo. dtc