Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Tarakan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2017 yang sebesar 5,01% menunjukan bahwa ketidakpastian kondisi ekonomi global dapat direspon dengan baik.
Bahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di level 5% ini menjadikan sebagai negara urutan ketiga di antara negara-negara anggota G20. Pertumbuhan ekonomi RI masih kalah oleh China dan India.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,01% juga tidak terlepas dengan tingkat inflasi yang rendah dan stabil.
"Patut kita kita syukuri perekonomian nasional sampai paruh pertama 2017 menunjukan perkembangan yang positif, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2017 tercatat 5,01% lebih tinggi dibanding kuartal IV-2016 yang sebesar 4,94%. Pertumbuhan tersebut diraih dengan inflasi yang terkendali pada level yang rendah," kata Agus di Kantor Perwakilan Kalimantan Utara, Jumat (28/7).
Agus memastikan, pada Juni 2017 tingkat inflasi sebesar 0,69% (M-to-M). Padahal, pada bulan keenam ini ada perayaan Hari Raya Lebaran, namun berkat pemerintah berhasil mengendalikan membuat tingkat inflasi di Juni tetap rendah bahkan dari rata-rata 6 tahun terakhir.
"Dan itu menunjukan kualitas pengendalian inflasi yang semakin baik di tingkat nasional maupun di daerah, selain itu nilai tukar rupiah juga terjaga stabil, dan defisit transaksi berjalan mampu di jaga tetap sehat," tambah dia.
Menurut Agus, capaian tersebut didapatkan tidak semudah membalikan telapak tangan. Sebab, sejak awal 2017 ekonomi Indonesia dihadapkan beberapa tantangan mulai dari eksternal maupun dari domestik.
Dari sisi eksternal, ekonomi Indonesia masih dihadapkan ketidakpastian kebijakan ekonomi dan politik negara maju seperti kenaikan tingkat suku bunga The Fed, wacana penurunan besaran neraca bank sentral di Amerika Serikat, gejolak geopolitik di Timur Tengah, semenanjung Korea, yang terus menuntut kewaspadaan pemerintah dalam menjaga ekonomi RI.
Dari sisi domestik, lanjut Agus, di mana korporasi dan perbankan belum ekspansi secara agresif dan proses konsolidasi yang dilakukan pada saat ini masih melakukan pelunasan utang-utang.
"Kami berbesar hati, ekonomi Indonesia mampu merespon baik berbagai tantangan yang dihadapi, perkembangan positif dari eksternal seperti pulihnya harga komoditas utama ekspor Indonesia, seperti batubara dan kelapa sawit di sepanjang 2016, termasuk terkendalinya harga pangan dengan percepatan reformasi struktural mulai dengan pembangunan infrastruktur mulai mampu bergerak ke arah yang semakin baik," papar dia.
Khusus dari Bank Indonesia sendiri, juga telah memperkuat bauran kebijakan moneter, makro prudensial, sistem pembayaran, guna menjaga stabilitas makro ekonomi. Serta tetap memberikan dukungan terhadap pemulihan ekonomi berkelanjutan.
Buktinya, kata Agus, sejak Oktober 2016, Bank Indonesia menetapkan suku bunga 7 Day Repo Rate 4,75% yang konsisten sebagai upaya pencapaian sasaran inflasi 4±1% di 2017. Solidnya kondisi makro ekonomi yang ditopang konsistensi kebijakan pemerintah, Bank Indonesia telah mampu memberikan keyakinan kepada investor dan lembaga rating terhadap fundamental Indonesia.
"Ini ditunjukan dengan diberikannya rating layak investasi dari 3 lembaga rating utama, yaitu fitch, moodys, dan S&P, ini tidak lepas dari sumbangsih perekonomian setiap daerah termasuk Kaltara," tukas dia. (dtf)