Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Bandung. Konstalasi politik jelang Pilgub Jabar 2018 bergulir kencang. Sejumlah partai politik mulai membuka siapa calon yang akan diusung untuk maju bertarung dalam pesta demokrasi tersebut.
Beberapa waktu lalu, Presiden PKS Sohibul Iman menyatakan sudah 95 persen bersama Partai Gerindra akan mengusung Deddy Mizwar dan Ahmad Syaikhu pada Pilgub Jabar mendatang. Namun pernyataan petinggi PKS itu ditanggapi berbeda oleh Gerindra.
Di tengah situasi yang ada, kini terlihat kemesraan antara Gerindra dan Partai Demokrat. Petinggi kedua partai tersebut yaitu Prabowos Subianto dan Susilo Bambang Yudhoyono menggelar pertemuan di Cikeas, Bogor. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa Gerindra bakal membentuk poros koalisi baru dengan PD di Pilgub Jabar. Lalu mencuat tanda tanya apakah Gerindra bakal meninggalkan PKS.
Pengamat politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Firman Manan memandang kedekatan antara Demokrat dengan Gerindra adalah satu dinamika politik yang wajar. Apalagi sejauh ini belum ada partai yang betul-betul resmi mengusung pasangan calon untuk maju di Pilgub Jabar 2018.
"Penetapan pasangan kan kalau tidak salah Januari, pendaftaran Desember (2017). Ini masih sangat panjang. Sehingga dinamika politik masih sangat cair dan semua kemungkinan masih bisa terjadi," kata Firman via telepon, Minggu (30/7/2017).
Dia melanjutkan, bila melihat peta koalisi antara PKS dan Gerindra memang cukup menarik. Pernyataan tegas dari Presiden PKS Sohibul Iman meyakini bahwa sudah 95 persen akan mengusung Deddy Mizwar dan Ahmad Syaikhu. Pendapat beda justru diungkapkan Gerindra.
"Hitungan waktu yang masih panjang, partai (Gerindra) tentu akan berhitung terlalu cepat meresmikan pasangan. Apalagi dalam perspektif Gerindra tidak ada kader (Gerindra) bila melihat komposisi yang diklaim oleh Presiden PKS. Selain itu, Ahmad Syaikhu dari popularitas dan elektabilitas dipandang kurang baik," tutur Firman.
Selain itu, menurut Firman, pertemuan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto memunculkan banyak spekulasi. Pertemuan itu dianggap sebagai tahapan untuk mebangun kekuatan baru, termasuk pada ajang Pilgub Jabar.
"Pertemuan Prabowo dan Pak SBY bisa dimaknai membangun kedekatan baru. Ini dimanfaatkan betul, terlihat langsung difollow up di daerah. Pak Iwan ketua DPD Demokrat Jabar) dan Pak Mulyadi (Ketua DPD Gerindra Jabar)," katanya.
Namun terlepas dari spekulasi yang muncul, Firman menganggap semuanya wajar. Hal ini lazim terjadi dalam proses politik. "Ini wajar, konteks dinamika politik yang sangat cair. Ini bagian dari membangun bargaining posisi," ujar Firman.
Dia menjelaskan, saat ini Gerindra, PKS dan Demokrat harus bisa meyakinkan sosok kader yang memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi guna mendampingi Deddy Mizwar. Karena sejauh ini belum ada sosok kader dari ke tiga partai tersebut yang memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi.
"Kalau kita berasumsi cagubnya Deddy Mizwar, siapa calon wakilnya. Persoalannya kedua partai kalau lihat stok kader, belum ada tingkat popularitas dan elektabilitasnya tinggi. Saya lihat pertarungannya di situ. Asumsinya Jabar satu (gubernur) non kader, tentu Jabar dua (wakil gubernur) kader. Tinggal partai yang mana (karena sama-sama memiliki nama calon)," tutur Firman.
Begitu juga bila koalisi antara Gerindra dan Demokrat. Kedua partai masih akan tetap berdebat mengenai nama wakil pendamping Deddy Mizwar. "Sama juga kalau dengan Demokrat. Pembicaraannya bukan pada visi dan misi. Fokusnya siapa yang jadi kandidatnya," ucapnya.
Menurut Firman, permasalahan seperti itu bakal diputuskan oleh elite partai di tingkat pusat. "Pada akhirnya akan ditentukan di tingkat elite pusat. Selain itu, hal ini bukan situasi yang luar biasa. Ini biasa terjadi dalam proses Pilkada," ujar Firman. (dtc)