Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis – Medan. Anggota Tim Advokasi Pers Sumut dari LBH Medan, Aidil Aditya, mengungkapkan, sejak kasus penganiayaan wartawan Array A Argus oleh anggoya TNI AU Lanud Soewondo diproses, banyak terdapat kejanggalan. Mulai dari maladministrasi, hingga hilangnya pasal pelanggaran UU Pers No 40/1999 dalam dakwaan.
Tim advokasi menilai tuntutan 6 bulan terhadap terdakwa Pratu Rommel Sihombing tidak mencerminkan rasa keadilan dan berbahaya bagi kebebasan pers.
"Setelah kami memantau persidangan ini dari awal hingga jalannya tuntutan, sidang yang digelar terkesan seremonial belaka. Esensi untuk menegakkan keadilan terhadap korban masih jauh dari rasa keadilan," kata Aidil.
Ia mencontohkan, dalam dakwaan, terdakwa hanya dijerat pasal penganiayaan tanpa disertai pelanggaran terhadap kebebasan pers yang diatur oleh UU No 40/1999. Padahal, saat dianiaya, Array sedang dalam tugas meliput kerusuhan antara warga dan anggota TNI AU Lanud Soewondo 15 Agustus 2016.
Kejanggalan lainnya persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan ternyata digelar diam-diam pada 25 Juli.
Korban Array A Argus pada 25 Juli datang ke Pengadilan Militer bersama tim advokasi dan para wartawan yang mengikuti kasus ini sejak awal.
"Waktu saya datang, saya tanya apakah sidang tuntutan Pratu Rommel jadi digelar. Pegawai Mahmil mengatakan sidangnya ditunda hingga 31 Juli. Saya sempat dua kali menanyakan masalah itu, tapi pegawai bersikukuh mengatakan tidak ada sidang pada 25 Juli karena hakimnya tidak ada," ungkap Array.
Atas keterangan itu, kemudian Array selaku korban dan tim advokasi meninggalkan Pengadilan Militer. Belakangan ternyata, sidang tuntutan telah dilangsungkan pada hari tersebut tanpa kehadiran korban dan tim advokasi serta para wartawan yang ingin meliput.
"Tuntutannya enam bulan. Ya, enam bulan penjara," kata Oditur Militer Mayor D Hutahean kepada wartawan yang menemuinya, Senin (31/7/2017), di halaman Pengadilan Militer I Medan.
Ia mengatakan, pembacaan tuntutan didengarkan langsung oleh Ketua Majelis Hakim, Kolonel Budi Purnomo. Namun, ketika disinggung kenapa sidang ini digelar terkesan secara diam-diam, mengingat petugas piket Mahmil sempat menyatakan sidang ditunda pada 31 Juli, Hutahean membantahnya. Katanya, sidang tetap digelar, meskipun sempat terlambat.
"Hakimnya hadir kok. Besok (Selasa 1 Agustus) sidang pledoinya," kata Hutahean.
Sayangnya, ketika hendak ditanya lebih jauh mengenai kasus ini Hutahean kemudian berlalu.