Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. PT PLN (Persero) menandatangani Power Purchase Agreement (PPA) alias kontrak jual beli listrik dengan 53 perusahaan pengembang energi terbarukan.
PPA yang ditandatangani menggunakan patokan harga sesuai Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Namun seiring berjalannya aturan tersebut, muncul pro kontra di kalangan perusahaan produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP). Sebagian ada yang menentang penerapan aturan tersebut karena dinilai tidak sesuai dengan keekonomian pengusaha alias rugi.
Dari 64 IPP yang berencana menandatangani PPA hari ini, 53 perusahaan listrik swasta bersedia menyepakati dan mengikuti Permen No.12 Tahun 2017. Artinya ada 11 perusahaan yang tidak sepakat dengan Permen tersebut.
Salah satu perusahaan yang menandatangani PPA dengan PLN hari ini, PT Nusantara Hidro Tama yang berencana mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMh) di Tapanuli Utara.
Minadi Pujaya, Presiden Direktur Nusantara Hidro Utama menuturkan, dirinya merasa tidak ada yang bermasalah terkait aturan harga listrik yang diberlakukan Kementerian ESDM saat ini. Minadi pun mengaku masih mampu memperoleh untung yang wajar dari harga jual tenaga listrik yang ditetapkan sebesar Rp 1.049/kwh.
"Menteri sebelum menetapkan aturan, ada kajian, dengan tim ahli. Untung besar ya enggak mungkin juga. Tapi masih untung, enggak tipis, tapi wajar," ungkap Minadi kepada detikFinance, di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (2/7/2017).
Menurutnya, keuntungan tersebut pun diperolehnya dari berbagai pengoptimalan dari mulai mesin hingga peralatan. Apalagi pinjaman yang diperolehnya dari asing pun ikut membantu karena suka bunga pinjamannya hanya berkisar 4%, atau lebih murah dari pinjaman perbankan lokal yang biasanya di atas 10%.
"Menurut saya masih untung. Sejauh kita bisa mengoptimalkan mesin, peralatan, maintenance. Yang penting suku bunga bank harus di bawah itu (10%). Saya kan pinjam di luar, pakai dana asing, masih bagus, 4%," ujar Minadi.
PT Infrastruktur Terbarukan Lestari, yang akan membangun pembangkit listrik di Lombok dan Minahasa Utara, juga punya panilaian serupa. Associate Director Infrastruktur Terbarukan Lestari, Michael Djuita, mengaku pihaknya tidak keberatan dengan aturan tarif yang diterbitkan pemerintah.
"Dari sisi kita sebagai pengembang, kita mendukung. Kita perlu optimalkan biaya-biaya untuk membuat proyek-proyek feasible," terang Michael. (dtf)