Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Kondisi stabilitas makro ekonomi dinilai terus mengalami perbaikan. Bank Indonesia (BI) menjelaskan, perbaikan terus terjadi setelah Indonesia sebagai negara berkembang mengalami goncangan beberapa tahun belakangan.
Depui Gubernur BI Mirza Adityaswara mengatakan sejak awal 2016 BI sudah bisa melonggarkan kembali kebijakan moneter. Suku bunga acuan sudah turun sebanyak 6 kali, kemudian giro wajib minimum (GWM) yang juga turun dan turut mengubah fix GWM ke Averaging.
"Mudah-mudahan dengan kebijakan tersebut bank bisa lebih fleksibel mengelola likuiditas dan membaiknya makro prudensial," kata Mirza dalam Seminar Nasional di Gedung BI, Kamis (3/8).
Dia menjelaskan, di bidang fiskal pemerintah sudah memberikan perhatian kepada industri dan sektor riil agar bisa tumbuh lebih cepat. Kemudian dengan adanya 14-15 paket kebijakan diharapkan bisa mendorong pertumbuhan.
"Setelah menerbitkan paket itu, kami pemerintah tidak berdiam diri, tapi juga terus melakukan evaluasi. Kurangnya apa dan melakukan revisi jika memang dianggap perlu ini demi memudahkan dunia usaha," kata dia.
Dia mengatakan, Presiden juga sudah memberi target untuk rating ease doing business untuk terus melakukan perbaikan.
"Awalnya kita di posisi 100an, sekarang sudah 91 tapi target pak Jokowi Indonesia harus ranking 40. Padahal ini yang diukur hanya Jakarta dan Surabaya, tapi pemerintah ingin seluruh daerah bisa menjadi tujuan usaha supaya bisa menjadi lebih baik," jelasnya. Hal ini harus didukung dengan dukungan yang kompak antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Mirza menjelaskan situasi makro saat ini sehat, dengan inflasi per Juli tercatat di bawah 4%. Inflasi tersebut memang lebih baik dibandingkan perkiraan awal tahun. "Mudah-mudahan sampai akhir tahun inflasi bisa terjaga," ujarnya.
Menurut dia, jika sampai akhir tahun kondisi ini tetap terjaga maka Indonesia sudah tiga tahun yakni 2015, 2016 dan 2017 Indonesia bisa menjaga inflasi pada kisaran rendah.
"Maka diharapkan dengan inflasi rendah, daya beli masyarakat bisa terjaga dan diharapkan daya saing industri bisa lebih baik," imbuhnya.
Dia menjelaskan, secara teori negara dengan tingkat inflasi yang tinggi maka mengalami depresiasi yang tinggi pula. Kemudian dengan inflasi rendah maka daya saing industri bisa terjaga maka mampu mendorong ekspor. (dtf)