Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Pemerintah dianggap salah jalan dalam mengambil keputusan soal fiskal, sehingga menyebabkan ekonomi Indonesia cenderung stagnan. Apalagi dengan kondisi konsumsi rumah tangga yang berada dalam tren penurunan.
"Penyebab anjloknya daya beli adalah kebijakan makro ekonomi super konservatif," kata Rizal Ramli, Mantan Menko Maritim dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/8/2017).
Pada kuartal II-2016, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,07%. Selanjutnya kuartal III-2016 tumbuh 5,01%, kuartal IV-2016 capai 4,99%, dan kuartal I-2017 tumbuh 4,94%.
Ini tergambar dari penjualan sepeda motor yang turun 5%, konsumsi listrik tumbuh 2% dari yang biasanya 9% dan penjualan semen dari 10% menjadi 3%.
"Akui tren faktual dan umumkan langkah-langkah yang akan diambil dan timeframe-nya," imbuhnya
Rizal menuturkan, pemerintah tak punya banyak ruang dalam alokasi belanja produktif, meskipun sudah memangkas subsidi energi. Pemerintah harus menyelesaikan prioritas utama dengan membayar pokok dan bunga utang sekitar Rp 512 triliun untuk periode 2017. Sementara dana infrastruktur hanya sebesar Rp 387 triliun.
"Tidak ada kreativitas untuk mengurangi beban utang dengan cara seperti Debt-to-Nature Swap, Loan Swap," ujarnya.
Pada sisi lainnya, kalangan dunia usaha dibuat tidak nyaman dengan agresivitas Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Sehingga tidak banyak kegiatan ekspansi oleh perusahaan di dalam negeri, maupun investasi baru.
"Di negara yang lebih canggih pengelolaan makroekonominya, mereka longgarkan fiskal, pajak dan moneter ketika ekonomi slowdown. Nanti kalau sudah membaik, baru diuber," kata Rizal. (dtf)