Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Delegasi Mahkamah Konstitusi (MK) se-Asia menyampaikan pandangannya soal ideologi dan kemajemukan dalam Simposium Internasional yang digelar di Solo. Mereka bercerita terkait perlunya merawat keberagaman dalam sistem demokrasi.
Hakim MK Indonesia, I Dewa Gede Palguna awalnya menuturkan tentang Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia yang pertama kali diperkenalkan oleh Presiden Soekarno. Karenanya, Pancasila menjadi elemen penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
"Pancasila pertama kali diperkenalkan oleh Soekarno, salah satu tokoh pendiri bangsa dan Presiden Republik," katanya di Hotel Alila, Solo, Rabu (9/8/2017).
Palguna menjelaskan Pancasila merupakan dasar negara yang dapat memelihara kemajemukan di Indonesia. Integritas nasional bisa dicapai, menurut Palguna, bila masyarakat sepenuhnya mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila.
"Sangat percaya bahwa integritas nasional Indonesia, sebagai sebuah negara yang didirikan berdasarkan masyarakat majemuk, hanya dapat diamankan dan dipelihara jika Pancasila mampu mentransformasikan dirinya menjadi sebuah ideologi yang hidup dimana semua orang Indonesia menerima, menginternalisasi, dan mempraktikkan konsepnya," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Sekretariat MK Rusia, Vladimir A Sivitskiy, menyebut tidak ada ideologi resmi yang diproklamirkan oleh negara. Hal itu disebutkan dalam konstitusi Rusia sebab sejarah Uni Soviet yang mempunyai pengalaman kelam di masa lalu.
"Pasal 13 Konstitusi Federasi Rusia secara eksplisit menetapkan bahwa keberagaman politik seharusnya diakui di Federasi Rusia. Tidak ada ideologi yang diproklamirkan sebagai suatu kewajiban. Asal usul norma ini bias dimengerti sebab diketahui bahwa di Uni Soviet, ideologi komunis didirikan sebagai satu-satunya ideologi untuk beberapa tahun dan mempunyai pengaruh negative terhadap kebebasan berpendapat," Vladimir.
Karena itu, Rusia mengambil sejumlah langkah untuk menjamin kebebasan berpendapat. Apa yang dialaminya di masa lalu diharapkan tidak akan terulang kembali.
"Oleh karena itu, legislatif konstitusional Rusia telah mengambil langkah-langkah untuk memastikan supremasi tersebut dari setiap ideologi, yang menjadi dasar pelarangan pendapat lain, untuk penekanan terhadap perbedaan pendapat, tidak akan terulang kembali," ujar Vladimir.
Senada dengan Rusia, mantan Ketua MK Uzbekistan, Bakhtiyar Mirbabayev, mengatakan negaranya tak mempunyai satu ideologi baku yang menjadi dasar negara. Bakhtiyar lebih suka menyebut negaranya mempunyai plurasilme ideologi dalam membangun masyarakat.
"Konstitusi Republik Uzbekistan mengumumkan Uzbekistan sebagai negara demokratis berdaulat dengan bentuk pemerintahan republik. Menurut Pasal 12 Konstitusi di Uzbekistan, kehidupan sosial berkembang berdasarkan keragaman institusi politik, ideologi dan opini. Tidak ada ideologi yang bisa dijadikan ideologi negara. Norma ini menetapkan pluralisme ideologi sebagai dasar pengembangan masyarakat," kata Bakhtiyar.
Selain itu, Bakhtiyar menyadari negara demokratis dan negara hukum bisa berdiri dengan adanya keberagaman ideologi. Sebab, manusia mempunyai pandangan yang tidak sama dan keberagaman pendapat itu tak mungkin dapat dihilangkan."Memang, berfungsinya sebuah negara demokratis dan negara hukum serta masyarakat sipil dimungkinkan hanya berdasarkan keragaman ideologi. Karena manusia pada dasarnya tidak sama dan tidak mungkin untuk mengurangi keberagaman pendapat dan kepercayaan mereka terhadap satu sistem pandangan, untuk mengembangkan gagasan universal tentang kesejahteraan universal," ujar Bakhtiyar. (dtc)