Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Ekonomi nasional yang tengah diterpa fenomena pelemahan daya beli, harus ditanggapi cepat oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Setidaknya, orang nomor satu di Indonesia ini melakukan evaluasi kinerja di kementerian/lembaga (K/L), khususnya sektor ekonomi.
Evaluasi kinerja harus dilakukan di Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian BUMN.
Hal tersebut diungkapkan Ekonomi SKHA Institut for Global Competitiveness, Eric Sugandi, Jakarta, Jumat (10/8).
"Ya evaluasi mestinya terhadap semua kementerian, yang berkaitan dengan ekonomi bukan hanya Kemenkeu, tapi juga Kementan, Kemendag, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian BUMN," papar Eric.
Pertumbuhan ekonomi saat ini stagnan, karena hanya tetap di level 5,01% di kuartal II-2017, atau sama dengan kuartal I-2017. Dengan realisasi tersebut, terdapat beberapa fakta yang perlu disikapi tegas pemerintah, antara lain soal daya beli yang dianggap lesu meski data ekonomi untuk konsumsi rumah tangga sebesar 4,95% atau naik tipis dari yang sebelumnya sekitar 4,94%.
Eric mengatakan, jika benar melakukan evaluasi kinerja, maka pemerintah jangan hanya berfokus pada data makro ekonomi serta pengaruh ketidakpastian global, melainkan juga fokus mempehatikan masalah domestik, seperti pangan khususnya beras dan garam.
Lanjut Eric, jika hasil evaluasi kinerja menteri kabinet kerja berujung pada perombakan jajaran menteri alias reshuffle, harus dipastikan ini merupakan perombakan terakhir yang dilakukan. Karena masa jabatan pemerintahan kebinet kerja yang hanya menyisakan kurang lebih satu setengah tahun lagi.
Jokowi juga harus memilih orang yang tepat sebagai pengganti menteri yang terkena reshuffle, setidaknya dari kalangan profesional yang memiliki pengalaman di bidang masing-masing yang terkena perombakan.
Namun, kata Eric, tidak menjadi persoalan pula jika yang mengisi kursi kosong tersebut adalah orang dari partai, asalkan ketika menjabat loyalitasnya untuk negara, bukan lagi untuk partainya.
"Ini bagian dari evaluasi juga, tapi kalau tanyanya menteri mana di-reshuffle saya enggak mau jawab," kata dia.
Sebelum jauh mengambil keputusan reshuffle, Eric menilai pemerintah masih bisa memperbaiki perencanaan anggaran, terutama yang berkaitan dengan target-target, misalnya pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara yang dilihat terlalu ambisius.
Bahkan, pemerintah juga harus berani sedikit mengerem keinginannya dalam belanja infrastruktur yang terlalu ambisius, karena membuat masalah pada defisit anggaran dan diikuti oleh akselerasi utang, meskipun rasio utang pemerintah masih aman di bawah 30% terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Target yang terlalu ambisius tidak ada salahnya kalau direvisi, memang perlu kerja keras, tapi ada faktor-faktor di luar kendali pemerintah juga, misalnya pergerakan harga komoditas," tukas dia. (dtc)