Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jogjakarta. Tanaman kelapa sawit, baik tandan buah segar (TBS), minyak mentah sawit (crude palm oil/CPO), dan produk turunannya, masih akan menjadi tulang punggung perekonomian nasional hingga beberapa dekade mendatang.
“Sektor perkebunan kelapa sawit masih membutuhkan banyak SDM handal, sehingga kejayaan Indonesia di sektor ini tetap terjaga,” kata Ketua Umum Gabungan pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono dalam siaran pers yang disampaikan Humas GAPKI Pusat, Tofan Mahdi yang diterima medanbisnisdaily,com, Rabu (16/8/2017).
Pernyataan Joko Supriyono itu disampaikan saat memberikan kuliah perdana di Institut Pertanian Stiper (Istiper) Jogjakarta, Senin (14/8/2017).
Joko Supriyono menyambut baik terobosan yang dilakukan oleh Instiper untuk terus menjadi pemasok utama sumberdaya manusia (SDM) unggulan di sektor perkebunan kelapa sawit.
“Sekarang sawit adalah penyumbang devisa terbesar bagi pendapatan negara. Sudah mengalahkan minyak dan gas, yang di masa lalu adalah andalan ekspor nasional,” kata Joko.
Joko sepakat bahwa tantangan industri sawit ke depan adalah mewujudkan sektor perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan
Rektor Instiper Jogjakarta, Purwadi, mengatakan, keberlanjutan bisnis yang menjadi tuntutan global mencakup dua hal. Pertama, keberlanjutan fisik, yakni terkait tata kelola alam dan kedua, keberlanjutan bisnis sosial terkait keberlanjutan usaha secara bertanggung jawab.
Instiper berupaya mengakomodasi berbagai tuntutan yang beragam dengan memperluas kurikulum pendidikan.
“Kami mengakomodir berbagai kompetensi itu agar mampu menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang berkualitas, khususnya di bidang perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI),” kata Purwadi.
Menurut Purwadi, dengan semakin meningkatnya kepercayaan yang diberikan korporasi perkebunan sawit yang menitipkan mahasiswa/i melalui program beasiswa, serta berbagai program lainnya, ke depan Instiper menargetkan harus mampu menjadi center of excellence industri sawit nasional.
Apalagi tuntutan kompetensi dunia pendidikan sudah berubah.
Kata Purwadi, jika sebelumnya mahasiswa hanya dididik memahami kompetensi teknis terkait bidangnya, saat ini kompetensi itu diperluas, tidak hanya sekadar memahami teknis, tetapi juga menguasai isu-isu keberlanjutan.(hendrik hutabarat)