Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Kabinet Kerja pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) punya rencana besar untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sayang, upaya tersebut masih menghadapi berbagai tantangan salah satunya masalah sengketa lahan.
Dalam pidatonya pada sidang tahunan MPR/DPR/DPD RI, Rabu (16/8), Jokowi mengungkapkan, sengketa lahan ini terjadi akibat minimnya kepemilikan sertifikat lahan oleh masyarakat.
"Tujuh puluh dua tahun kita merdeka, ketika negara-negara lain sudah menatap angkasa luar, di negara kita tercinta, urusan sertifikasi lahan untuk rakyat belum tuntas-tuntas juga," kata Jokowi dalam kesempatan tersebut.
Minimnya kepemilikan sertifikat tanah itu, rentan menimbulkan sengketa kepemilikan tanah. Yang pada gilirannya nanti bakal menghambat upaya percepatan pembangunan yang tengah digenjot pemerintah.
"Akibatnya, terjadi sengketa lahan baik antar warga, antara warga dengan korporasi atau bahkan antara warga dengan pemerintah," sebut dia.
Kondisi ini tentu menimbulkan kerugian, bukan hanya bagi masyarakat pemilik lahan, tetapi juga bagi pemerintah.
Masyarakat akan sulit membuktikan hak kepemilikan atas tanah yang ditempatinya bila tak memiliki sertifikat. Bila lahan tersebut masuk dalam lokasi pembangunan infrastruktur, maka sulit bagi mereka untuk mengajukan ganti rugi.
Apa lagi, bila di tanah itu, masyarakat yang bersangkutan tak tinggal sendiri. Maka akan timbul sengketa antar warga sendiri untuk memperebutkan ganti rugi.
Bagi pemerintah, sengketa itu juga menimbulkan kerugian, yakni terhambatnya proses pembebasan lahan yang bakal menghambat juga proses pembangunan fisik infrastruktur yang menjadi program pemerintah.
Dampak jangka panjangnya, masyarakat akan semakin sulit mengembangkan ekonominya karena infrastruktur yang diperlukan tak kunjung terbangun.
"Karena itu, melalui Kebijakan Pemerataan Ekonomi yang Berkeadilan, Pemerintah melakukan percepatan sertifikasi lahan yang sekarang sudah mencapai 250
ribu bidang," jelas Jokowi.
Pemerintah, kata Jokowi, juga sedang menjalankan redistribusi tanah untuk masyarakat dan sudah memberikan 707 ribu hektar kawasan hutan kepada masyarakat adat untuk dikelola secara produktif.
Selain itu, juga sedang dijalankan Program Perhutanan Sosial sehingga rakyat di lapisan 40% terbawah mendapatkan akses untuk memanfaatkan hutan bagi kesejahteraan mereka.
Pemerintah juga terus melanjutkan program-program kerakyatan yang sudah dijalankan sejak tahun pertama Kabinet Kerja, utamanya Program Keluarga
Harapan (PKH), Program Perlindungan Nelayan, Program Percepatan Pembangunan Rusunawa bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), dan
program peningkatan kualitas Rumah Tidak Layak Huni (RTLH).
Agar bisa menjangkau 40% lapisan terbawah Pemerintah melakukan reformasi kebijakan sehingga subsidi betul-betul lebih tepat sasaran.
Pemerintah secara bertahap mensinergikan antar program bantuan sosial serta melakukan pengalihan Beras Sejahtera (Rastra) secara bertahap menjadi bantuan pangan non-tunai.
"Selain itu, keberpihakan pada 40% lapisan terbawah juga dilakukan melalui penguatan program-program perlindungan sosial dan perluasan cakupan penerima manfaat," kelas Jokowi.
Untuk mendukung Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Pemerintah juga terus berusaha menekan tingkat suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sekarang ini suku bunga KUR bisa di angka 9%. Kita berharap Rp 94,4 triliun KUR yang sudah disalurkan di tahun 2016 dapat ikut mengangkat kesejahteraan sektor UMKM.
"Dengan akses permodalan yang lebih mudah itu, maka kita berharap bisa menggerakkan ekonomi rakyat terutama kalangan pedagang-pedagang kecil. Selain mempermudah akses permodalan, kita juga melakukan revitalisasi pasar sehingga para pedagang bisa berdagang dengan nyaman dan tidak kalah bersaing dengan pasar-pasar modern," tandas Jokowi.(dtf)