Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Irjen Kementerian Desa PDTT Sugito didakwa menyuap auditor utama BPK Rochmadi Saptogiri terkait pemberian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Kata "atensi" menjadi kode permintaan suap dari pejabat BPK.
Kode atensi ini muncul pada pertemuan akhir April 2017 di ruangan Sekjen kantor Kemendes PDTT Jalan TMP Kalibata No 17, Jakarta Selatan. Saat itu Sugito dan Sekjen Kemendes PDTT Anwar Sanusi bertemu dengan Ketua sub Tim I Pemeriksa BPK Choirul Anam.
"Dalam pertemuan tersebut Choirul Anam menginformasikan bahwa pemeriksaan laporan keuangan Kemendes PDTT TA 2016 akan memperoleh Opini WTP dan menyarankan agar Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli diberi sejumlah uang dengan mengatakan, 'Itu Pak Ali dan Pak Rochmadi tolong atensinya'," kata jaksa Ali Fikri membacakan surat dakwaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta, Rabu (16/8).
"Kemudian Anwar Sanusi menanyakan berapa nominal perhatian yang harus diberikan dan Choirul Anam menjawab 'sekitar Rp 250 juta'. Atas saran Choirul Anam kemudian Anwar Sanusi meminta terdakwa agar memenuhinya dengan mengatakan, 'tolong diupayakan'," sambung jaksa.
Permintaan itu disanggupi Sugito yang kemudian berkoordinasi dengan para Sekretaris Ditjen, Sekretaris Badan, Sekretaris Itjen dan Karo Keuangan dan BMN di lingkungan Kemendes PDTT. Pada awal Mei 2017, Sugito menemui Rochmadi Saptogiri di lingkungan kantor BPK RI untuk menanyakan atensi yang dimaksud Choirul Anam.
"Awal Mei 2017 terdakwa menemui Rochmadi Saptogiri di ruang kerjanya di lingkungan Kantor BPK RI dengan maksud mennayakan informasi dari Choirul Anam tentang permintaan agar Kemendes PDTT memberikan atensi sejumlah uang kepada Rochmadi Saptogiri Dan Ali Sadli dengan menanyakan 'Ada atensi untuk Bapak?' yang kemudian dijawab oleh Rochmadi Saptogiri dengan mengatakan 'Iya, ntar tapi lewat Ali aja ya, jangan yang lain'," papar Lie.
Setelah pertemuan itu Sugito kemudian melapor ke Anwar Sanusi yang dijanjikan akan dibahas bersama dengan kepala biro keuangan. Kemudian untuk memenuhi kesepakatan pemberian uang itu Sugito mengumpulkan seluruh unit kerja eselon I (UKE I) untuk meminta atensi atau perhatian.
"Pada awal Mei 2017 bertempat di ruang rapat irjen Kemendes PDTT, terdakwa atas sepengetahuan Anwar Sanusi mengumpulkan para Sesditjen, Sesbadan, Sesitjen serta Karo Keuangan dan BMN. Pada kesempatan itu terdakwa meminta atensi atau perhatian dari seluruh UKE I kepada Tim Pemeriksa BPK berupa pemberian uang dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp 200 juta sampai dengan Rp 300 juta," ungkap Ali.
Pada pertemuan itu juga dihadiri Kepala Bagian TU dan Keuangan Itjen Jarot Budi Prabowo. Forum itu sepakat untuk memberikan uang ke Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli.
"Dalam forum rapat tersebut disepakati bahwa uang yang akan diberikan kepada Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli akan ditanggung oleh 9 UKE I dengan besaran sesuai kemampuan masing-masing UKE I, sedangkan untuk pengumpulan uang disepakati akan disetorkan kepada Jarot Budi Prabowo," tutur Ali.
Uang sebesar Rp 200 juta yang akhirnya berhasil dikumpulkan dari Tim UKE I. Kemudian Sugito mengarahkan Jarot Budi Prabowo agar menyerahkan uang ke Rochmadi Saptogiri melalui Ali Sadli di Kantor BPK RI.
"Pada hari yang sama Jarot Budi Prabowo membawa tas kain belanja berisi uang sejumlah Rp 200 juta untuk bertemu dengan Ali Sadli di ruang kerjanya lantai 4 BPK RI. Pada saat Jarot Budi Prabowo menyerahkan tas kain berisi uang tersebut kepada Ali Sadli, Jarot menyampaikan 'Ada titipan dari Pak Irjen, sdr Sugito'. Uang tersebut selanjutnya diterima Ali Sadli yang kemudian Ali Saldi memasukkannya ke dalam lemari yang berada di belakang meja kerjanya," urai jaksa.
Setelah menerima uang, Ali kemudian meminta Choirul Anam membawa uang tersebut ke ruang kerja Rochmadi dan diletakkan di lantai dekat tempat tidur dalam ruangan Rochmadi. Usai mendapat laporan tersebut, Rochmadi kemudian memindahkan uang sejumlah Rp 200 juta tersebut ke brankas pribadi di ruang kerjanya.
Kemudian pada 18 Mei 2017 BPK melakukan sidang Badan atas laporan Keuangan Kemendes PDTT TA 2016 yang dipimpin Edy Mulyadi Soperdi, saat itu Rochmadi menyampaikan jika Kemendes PDTT mendapat opini WTP. Padahal Pada surat tugas anggota BPK RI Nomor; 110/ST/V/08/2016 tanggal 18 Agustus 2016, BPK menemukan jumlah uang besar dan berulang dan rekomendasi BPK tidak dijalankan.
"Di mana hasil temuan pemeriksaan tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Laporna Hasil Pemeriksaan No 02/HP/XVI/01/2017 tanggal 18 Januari 2017 ditandatangani Rochmadi Saptogiri terdapat temuan dengan jumlah uang yang besar Dan merupakan temuan berulang pada TA 2015 yakni mengenai pertanggungjawaban honorarium dan Bantuan biaya operasional kepada tenaga pendamping profesional tahun 2016 sebesar Rp 550.467.601.225, di mana pihak Kemendes PDTT belum seluruhnya melaksanakn rekomendasi tersebut sampai dilakukan pemeriksaan Laporan Keuangan Kemendes PDTT TA 2016," urai jaksa.
Kemudian tanggal 26 Mei 2017 terdaksa Sugito kembali meminta Jarot untuk menyerahkan sisa uang ke Ali Sadli sebesar Rp 40 juta. Uang itu berasal dari UKE I Ditjen Pembangunan Daerah Tertinggal Kemendes sebesar Rp 35 juta dan Rp 5 juta berasal dari uang pribadi Jarot.
"Selanjutnya tanggal 26 Mei 2017 sekitar pukul 14.00 WIB, Jarot berangkat bersama-sama dengan stafnya Ighfirly Yaa Allah dari Kantor Kemendes PDTT menggunakan Mobil Dinas ke Kantor BPK RI, namun karena kondisi jalan macet, Jarot melanjutkan perjalanan menggunakan ojek Dan tiba di Kantor BPK sekitar pukul 14.30 WIB Dan langsung masuk ke ruang kerja Ali Sadli di lantai 4," katanya.
Uang itu kemudian diserahkan dan disimpan Ali Sadli ke dalam laci meja kerjanya. Tak lama setelah penyerahan uang ini KPK kemudian melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Sugito dan Jarot didakwa melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 64 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.:(dtc)