Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 2018. Pemerintah dinilai harus menjaga iklim ekonomi dan politik nasional.
Menurut Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, target pemerintah untuk APBN dinilai lebih realistis dari tahun sebelumnya. Namun tetap saja pemerintah harus bekerja keras untuk mencapai target itu.
"Masih banyak tantangan, seperti target investasi yang harus tumbuh di atas 6%, PR untuk kembali meningkatkan daya beli masyarakat," kata Josua saat dihubungi, Rabu (16/8).
Menciptakan iklim investasi yang kondusif sehingga diharapkan mampu menarik investor swasta baik dalam negeri maupun luar negeri.
Kondisi politik nasional juga harus dijaga. Hal ini dilakukan agar investor bisa merasa nyaman dan aman menanamkan modalnya di Indonesia.
Pasalnya Indonesia saat ini sudah memiliki predikat layak investasi dari tiga lembaga rating internasional.
"Ini jadi nilai jual tinggi untuk Indonesia, selain itu fundamental ekonomi Indonesia juga sudah lebih baik," ujarnya.
Kemudian pemerintah juga harus mendorong keadilan pertumbuhan tidak hanya di Pulau Jawa tapi merata ke seluruh Indonesia.
"Jadi bisa menekan kesenjangan, menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan," ujar Josua.
Dia menjelaskan selama 3 tahun kepemimpinan Jokowi ada gebrakan di bidang energi yakni pencabutan subsidi. Sehingga alokasi dana bisa dibelanjakan untuk sektor produktif.
Kemudian penerapan BBM satu harga di Papua. Penurunan pada gini rasio, upaya penurunan pengangguran di tengah ketidakpastian global.
Namun, pemerintah juga masih memiliki PR besar untuk Indonesia. Yakni saat ini menggeser komposisi jumlah pekerja informal yang sekarang masih mendominasi 58% dan sisanya pekerja formal 42%.
Jadi pemerintah harus banyak mendorong sektor padat karya agar pemerataan pembangunan bisa lebih cepat.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual mengungkapkan nota keuangan yang dibacakan oleh Presiden Joko Widodo pada pidato kenegaraan memang fokus untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Dia menyebutkan, masa pemerintahan memang hanya sebentar lagi. Jadi pemerintah saat ini membutuhkan effort besar untuk pemerataan pembangunan.
"Ya memang efektif tinggal satu tahun lagi lah, karena akan ada pemilihan presiden dan dibutuhkan persiapan. Makanya sekarang mereka concern ke ekonomi," ujar David saat dihubungi, Rabu (16/8).
Dia mengatakan, ekstra effort yang mesti dilakukan pemerintah karena banyak target-target yang belum tercapai. "Di awal pemerintahan pertumbuhan ekonomi kan tinggi, tapi realiasinya di bawah prediksi," kata dia.
Namun jika dilihat dari pembangunan infrastruktur sudah lebih baik dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya.
David menilai target yang ingin dicapai pemerintah untuk 2018 lebih realistis dan bisa lebih kuat untuk dicapai.
Menurut dia, hal tersebut karena, ada indikator ekonomi yang mulai membaik jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
"Sekarang kan pemulihan ekonominya tidak seperti periode 2008-2009 yang cepat karena didorong oleh harga komoditas yang larinya cepat, lebih stabil meskipun masih banyak yang di bawah ekspektasi," ujarnya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dibayangi oleh pemilihan kepala daerah (pilkada) di sejumlah provinsi besar seperti Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kemudian perhelatan Asian Games hingga pertemuan International Monetary Fund dan Bank Dunia.
Lalu dari sisi eksternal, Indonesia diprediksi akan terpengaruh tekanan dari Europe Central Bank (ECB) yang akan melakukan tappering off. "Bisa saya menaikkan suku bunga, jika ini lebih cepat dari perkiraan maka bisa pengaruh ke pasar modal di emerging market dan bisa ada capital outflow," ujarnya.
Peluang investasi masih cukup besar tahun depan seperti telah dikeluarkannya paket kebijakan XVI dan deregulasi untuk pemerintah daerah.
Kemudian untuk meningkatkan daya beli, pemerintah diharapkan bisa memberikan stimulus fiskal.
"Ya harusnya fiskal tidak diganggu saja sudah bagus, kemarin kan sempat ada isu PTKP mau diturunkan, itu harusnya tidak perlu," ujarnya. (dtf)