Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Saat pembacaaan Nota Keuangan RAPBN 2018, pemerintah merencanakan penerimaan negara ditetapkan sebesar Rp 1.878,4 triliun. Angka tersebut masih di bawah target belanja negara yang mencapai Rp 2.204,4 triliun atau dengan kata lain postur anggaran disusun defisit yang ditutup utang.
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Reza Akbar, mengingatkan soal biaya perjalanan dinas pada postur APBN. Pemerintah harus menyisir lagi biaya perjalanan dinas, sehingga yang dianggap kurang penting bisa dipangkas untuk dialihkan ke pengeluaran pemerintah yang lebih produktif, yakni belanja modal.
"Contohnya perjalanan dinas yang tidak perlu. Ada pula perjalanan bilateral kunjungan K/L ke luar negeri, jika benefitnya tak terlalu besar, lebih baik dialihkan ke belanja modal," kata Reza ditemui di kantor Indef, Jakarta, Jumat (18/8/2017).
RAPBN 2018 masih akan dibahas antara pemerintah dan DPR sebelum dilaksanakan tahun depan. Artinya masih ada waktu untuk menyisir kembali belanja yang tidak produktif.
Reza mencontohkan, untuk pengeluaran perjalanan dinas pada seluruh kementerian lembaga (K/L) pusat pada APBN 2016 yang bersumber dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) yang sudah selesai diaudit, besarannya mencapai Rp 34,42 triliun. Pengeluaran perjalanan dinas tersebut naik dari tahun 2015 yang tercatat Rp 30,12 triliun.
Perjalanan dinas tahun 2016 yang sebesar itu meliputi biaya perjalanan dinas biasa Rp 15,59 triliun, perjalanan dinas tetap Rp 104,61 miliar, perjalanan dinas dalam kota Rp 1,55 triliun, perjalanan dinas paket meeting dalam kota Rp 5,08 triliun, perjalanan dinas paket meeting luar kota Rp 8,99 triliun, serta perjalanan dinas biasa luar negeri Rp 1,09 triliun.
Kemudian ada pula beban perjalanan dinas tetap luar negeri Rp 2,33 miliar, biaya perjalanan luar negeri lainnya Rp 1,29 triliun, dan biaya perjalanan dinas Badan Layanan Umum (BLU) Rp 689,75 triliun.
"Banyak perjalanan dinas yang sebenarnya jika dibandingkan dengan manfaatnya belum sepadan dengan manfaatnya. Seperti mengajak pengusaha ke daerah perbatasan untuk misalnya berinvestasi, tapi di satu sisi daerahnya belum siap. Atau kunjungan bilateral ke negara lain untuk tujuan bisnis dengan membawa pengusaha. Artinya perlu dikaji lebih mendalam seberapa manfaatnya, sebelum dilakukan perjalanan dinas," jelas Reza. (dtf)