Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com – Medan. Kalau hanya sekadar hendak mengejar jabatan mungkin lelaki berkacamata tebal dan berperawakan mungil ini takkan pernah mau terlibat dalam kontestasi pertarungan memperebutkan kursi Sumatera Utara 1, yang akan dilangsungkan 2018.
Jauhlah itu dari keinginannya. Jika saja dia mau, sebuah jabatan mentereng tengah menantinya. Tak ada siapapun yang menjadi pesaingnya untuk jabatan yang memang “dipersiapkan” untuk dirinya itu. Tak tanggung-tanggung, yang “mempersiapkannya” adalah Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi.
Lewat sebuah keputusan presiden yang kelahirannya sesungguhnya tidak lama lagi, dia sudah digadang-gadang menjadi pimpinan sebuah institusi baru, yang dimaksudkan guna membantu Presiden menyelesaikan persoalan pelik menyangkut masyarakat adat. Institusi itu bakal bernama Satuan Tugas Penyelesaian Persoalan Masyarakat Adat.
Dialah Abdon Nababan. Kiprahnya dalam pembelaan masyarakat adat melalui Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) sudah dikenal luas. Lelaki berusia 53 tahun inilah yang akan didapuk Presiden Jokowi menjadi Kepala Satgas.
Tapi, rupanya Abdon punya pertimbangan lain. Menjadi pemimpin di satu daerah akan jauh lebih mudah mengimplementasikan sebuah kebijakan, terlebih yang bertujuan memperbaiki kesejahteraan rakyat. Termasuk terkait konflik agraria, sengketa hak ulayat dan sebagainya.
Karena itulah dia tak bisa berkata tidak atau jangan saya ketika rakyat di akar rumput yang terhimpun di dalam AMAN lewat musyawarah wilayah yang digelar Mei lalu mendaulatnya untuk terjun bertarung menjadi gubernur lewat Pilgubsu 2018.
“Awalnya tidak ada pemikiran saya sama sekali untuk ikut dalam perebutan kursi Gubsu. Tetapi karena saya sudah ditugaskan oleh organisasi, maka tidak bisa menghindar lagi,” katanya dalam percakapan dengan medanbisnisdaily.com beberapa waktu lalu.
Sekurangnya dua minggu lamanya Abdon bergulat dengan kegalauan sebelum akhirnya menetapkan sebuah keputusan untuk maju. Baginya, penugasan oleh AMAN merupakan panggilan untuk pulang kampung, panggilan untuk memperbaiki keburukan-keburukan yang begitu masif terjadi di Sumatera Utara.
Keputusan telah diambil lelaki kelahiran Pealangge (Humbang) 2 April 1961 ini. Tak ada langkah mundur lagi. Apalagi sejumlah komunitas masyarakat adat dari berbagai wilayah sudah mengantarkannya melalui berbagai ritual budaya “Upa-upa” atau tepung tawar. Di antaranya oleh Rakyat Penunggu yang tergabung di dalam Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI).
Mereka semua berharap Abdon terpilih menjadi Gubernur Sumatera Utara berikutnya.
Dua pekerjaan besar setidaknya yang saat ini harus dikebut Abdon dan segenap timnyanya. Pertama, menaikkan popularitasnya setinggi mungkin. Kedua, mendapat kepastian tentang tiket yang akan menjadikannya sebagai salah satu calon yang kelak akan bertarung menjadi Gubsu.
Kata pria yang pernah berkali-kali diminta menjadi saksi ahli dalam persidangan-persidangan di Mahkamah Konstitusi ini, dalam setiap even pesta demokrasi di Sumut, selalu yang menjadi pemenang adalah golongan putih alias Golput.
“Mereka yang golput itu adalah kaum cerdas yang tidak melihat adanya calon pemimpin yang baik ikut dalam kontestasi. Makanya hak pilihnya tidak digunakan. Kehadiran saya sebagai calon gubernur alternatif, saya yakin akan membuat mereka menggunakan hak pilihnya. Suara merekalah yang hendak saya raup. Maka mereka harus terlebih dahulu mengenal siapa Abdon Nababan,” katanya.
Cara mengenal dirinya lebih mudah, katanya, adalah dengan cara mencari informasi tentang seluruh kegiatannya di mesin pencari Google. Ada puluhan ribu berita atau video menyangkut kegiatan, baik tingkat nasional maupun internasional, yang di dalamnya Abdon disebut-sebut sebagai pelaku aktif.
Dengan menaikkan popularitas dirinya, Abdon berkeyakinan elektabilitasnya juga akan terdongkrak.
Sadar kalau dirinya bukanlah pemilik partai politik, terlebih lagi bukan konglomerat pemilik kekayaan atau uang berlimpah, Abdon memutuskan jalur nonpartai atau perseorangan atau independen maju dalam Pilgubsu.
Saat ini secara meluas telah terbentuk tim relawan di berbagai daerah di Sumatera Utara yang bergerak secara sukarela mengumpulkan dukungan dari masyarakat. Caranya dengan meminta fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) mereka yang bersedia mendukung. Sesuai ketentuan, sebanyak kurang lebih 800.000 KTP harus dikumpulkan agar Abdon memiliki tiket sebagai calon Gubsu.
“Saya benar-benar terkesima. Belum lagi saya umumkan secara resmi hendak mencalonkan diri menjadi Gubsu, sejumlah warga yang saya kenal mengumpulkan KTP dan melaporkannya. Di sejumlah daerah secara spontan tim-tim relawan terbentuk. Tidak lama setelah saya publish di facebook, sekitar Rp 200 juta masuk ke rekening saya guna mendukung,” kata suami dari Devi Anggraini ini.
Dukungan nyata lainnya dari warga terlihat saat penyelenggaraan upa-upa oleh BPRPI di Desa Tanjung Gusta, Kecamatan Hamparan Perak, Deliserdang, pekan lalu. Berhasil terkumpul sumbangan spontan sekitar Rp 2 juta.
Ditantang soal bekal serta kesiapannya jika kelak diperhadapkan dengan sejumlah nama-nama tenar yang sudah ramai tersiar bakal mencalonkan diri menjadi Gubsu, seperti Gubernur Incumbent Erry Nuradi, Pangkostrad Eddy Rahmayadi, anggota DPR RI Gus Irawan, mantan pemimpin 17 juta rakyat yang tergabung di AMAN ini tidak sedikit pun keder.
Selama 30 tahun hidup sebagai aktivis, 24 tahun pendamping masyarakat adat, Abdon menegaskan bahwa praktik hidupnya selama ini adalah seorang pelayan. Dan dia sudah melayani warga lebih dari jumlah penduduk Sumatera Utara yang hanya sekitar 15 juta. Semua itu dilakukannya tanpa ada dana besar sebagaimana APBN atau APBD.
Seluruh pengabdiannya melayani rakyat khususnya masyarakat adat kemudian mendapat pengakuan tak hanya secara nasional. Tetapi juga internasional. Terbukti ketika tahun 2015 sebagai pemimpin AMAN dia dianugerahi penghargaan Elinor Ostrom Award. Sebuah penghargaan bergengsi atas kontribusinya membangun ekonomi berbasis sumberdaya masyarakat adat.
Baru-baru ini nama Abdon Nababan diumumkan sebagai pemenang hadiah Ramon Magsaysay Award. Bertempat di Manila, pada tanggal 31 Agustus mendatang, dia akan menerima penghargaan tersebut berikut hadiah uang US$ 30.000.
Ramon Magsaysay yang juga dikenal sebagai hadiah Nobel Asia tersebut didapatkannya untuk kategori Community Leadership.
“Saya bahkan tidak tahu siapa yang mengusulkan nama saya untuk diseleksi. Proses pemilihannya juga saya tidak tahu seperti apa,” kata Abdon.
Kini Abdon sejajar dengan beberapa nama besar lainnya di Indonesia yang juga pernah mendapatkan hadiah Ramon Magsaysay. Mereka adalah mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid, mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafii Maarif dan sastrawan besar Muchtar Lubis.
“Saya bangga menerima penghargaan Ramon Magsaysay ini, karena saya adik seperguruan Gus Dur. Gus Dur itu seperti guru saya, dulu kami banyak diskusi. Saya merasa ada di jalan yang benar,” ujar Abdon.
Itu pulalah sebagian bekal yang akan dipakai Abdon untuk menjadikan Sumut menjadi baru, yakni Sumatera Utara Maju, Unggul dan Terdepan (SUMUT) serta beradat.
“Saya ingin mengubah citra SUMUT: segala urusan mesti memakai uang tunai. Saya ingin mengubahnya menjadi Sumatera Utara Maju, Unnggul, Terdepan. Secara geo politik, geografis dan kebudayaan, kita seharusnya yang memimpin. Itu hanya bisa dilakukan kalau Sumut Beradat. Kembali ke nilai lokal Bhinneka Tunggal Ika,” tegasnya.