Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Pematangsiantar. Jika berkunjung ke Kota Pematangsiantar, Provinsi Sumatera Utara, jangan lupa naik becak Sianta. Bentuknya unik dan merupakan salah satu sisa kenderaan perang dunia (PD) II yang masih tersisa saat ini, tetap digunakan sebagai salah sarana transportasi umum.
Mengapa jika ke Kota Pematangsiantar harus naik becak Siantar? Karena jika Anda berkunjung di kota lain, becak jenis itu tidka ditemukan ditemukan, setidaknya untuk transportasi umum.
Saat ini jumlah becak Siantar made in Brimingham Small Arm (BSAal sedikit, bahkan nyaris punah. Sejumlah pihak sengaja membeli becak Siantar tersebut bukan untuk dijadikan kendaraan umum, namun sebagai koleksi. Selain antik, barangnya juga sudah langka.
Kenderaan buatan Inggris tersebut selain bisa menjelajahi medan yang berat, juga mampu mengangkut beban berat, sehingga menjadi salah satu transportasi vital bagi tentara Jerman pada perang dunia II.
Becak Siantar hanya bermuatan 2 penumpang dilengkapi bagasi tempat barang di bagian belakang. Jika menaiki becak ini, penumpang serasa menaiki kenderaan perang dengan suara knalpotnya yang khas.
Becak Siantar produksi BSA ini terdiri dari 2 jenis, masing-masing yang bertenaga 500 cc dibuat tahun 1941-1948, dan bertenaga 300 cc buatan tahun 1953-1952.
Menurut Muhammad Nawawi salah seorang pecinta becak Siantar, kendaraan yang saat ini menjadi salah satu ikon Kota Pematangsiantar tersebut masuk ke daerah itu pertama kali tahun 1956.
Uniknya, tutur Nawawi, pabrik BSA yang berada di Inggris kini sudah tutup. Lokasi pabrik sudah dijadikan stadion sepak bola.
Kini harga sebuah becak Siantar bila dijual hanya sekitar Rp 5 juta- Rp 7 juta. Namun bila sudah dimodifikasi menjadi sepedamotor tua, harganya bisa mencapai antara Rp 40 juta hingga Rp 80 juta, bahkan ratusan juta per unit.
Dengan semakin majunya perkembangan sarana transportasi, bacak Siantar kini mulai tersisi. Belum lagi kehadiran transportasi online seperti Go Jek, membuat becak Siantar bukan lagi menjadi pilihan alat transportasi, kecuali dalam situasi santai, berkeliling-keliling
Para penarik becak Siantar kini terlihat pasrah, sekaligus kebingungan dengan munculnya transportasi online. Mereka hanya bisa mengharapkan penumpang yang belum mampu mengoperasikan aplikasi transportasi online dengan tetap mangkal di sejumlah ruas jalan Kota Pematangsiantar, seperti di Jalan Diponegoro,Jalan Surabaya dan Jalan Bandung.
Namun dampak dari persaingan itu,membuat banyak juga pemilik becak Siantar menjual kendaraannya. Karena menilai pekerjaan sebagai penarik becak tidak lagi mampu memberikan kehidupan bagi mereka.
“Sejak ramainya angkutan umum dalam kota dan online, memang pendapatan penarik becak Siantar menurun drastis. Kadang bisa mendapat Rp 50.000 sehari, bisa juga hanya Rp 20.000,” kata Arifin, seorang penarik becak yang mangkal di Jalan Diponegoro.
Meski demikian, bagi sejumlah penarik becak Siantar lainnya, mereka bertekad tetap menekuni profesinya sebagai penarik becak,mengingat BSA merupakan kenderaan tua yang unik dan hanya terdapat di Kota Pematang Siantar.
Menurut Subandi, penarik becak yang ditemui di Terminal Pariwisata Kota Pematang Siantar,mereka tetap menekuni profesi sebagai penarik becak, karena berkeinginan tetap melestarikan BSA sebagai salah satu sarana transportasi yang unik dan langka.
“Sangat jarang ada daerah yang memiliki sarana transportasi berusia tua dan unik serta langka, sehingga kami menilai keberadaan BSA tetap perlu dijaga kelestariannya sebagai salah satu ciri khas Kota Pematang Siantar,” ujar Subandi.
Anggota DPRD Kota Pematang Siantar,OW Hary Dermawan berharap keberadaan BSA sebagai salah satu sarana transportasi unik di Kota Pematang Siantar perlu dipertahanka. Bahkan dapat dijadikan sebagai salah satu angkutan pariwisata.
“Pemko Pematang Siantar perlu memikirkan upaya untuk membantu para pemilik becak Siantar melestarikan keberadaan kendaraan itu. Bisa saja dijadikan sarana transportasi khusus bagi para wisatawan,” ujarnya.