Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Pemerintah Indonesia saat ini sedang menghadapi gugatan dari India Metals and Ferro Alloys Limited (IMFA). Perusahaan tambang asal India itu membawa pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional, gugatan masuk pada 23 September 2015 lalu.
IMFA mengaku rugi karena telah menggelontorkan uang Rp 5 miliar untuk membeli PT Sri Sumber Rahayu Indah tapi tak bisa melakukan penambangan. Sebab, Izin Usaha Pertambangan (IUP) di lahan seluas 3.600 hektar yang dimiliki PT Sri tidak Clean and Clear (CnC). IUP mereka tumpang tindih dengan IUP milik 7 perusahaan lain.
Menurut perhitungan mereka, potensi pendapatan yang hilang (potential loss) akibat tidak bisa menambang batu bara ditambah investasi yang sudah mereka keluarkan mencapai US$ 581 juta atau sekitar Rp 7,7 triliun.
Sebelum digugat IMFA, Indonesia pernah menghadapi kasus yang mirip pada 2012-2016. Perusahaan tambang asal Inggris, Churchill Mining, melakukan hal yang serupa dengan IMFA 5 tahun lalu. Tapi Indonesia dinyatakan menang oleh International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID) pada 6 Desember 2016.
"Pada Desember 2016 lalu, kita dinyatakan menang atas Churchill Mining," kata salah satu pengacara yang ditunjuk pemerintah untuk menghadapi gugatan IMFA, Teddy Anggoro, kepada detikFinance, Selasa (22/8/2017).
Sengketa dengan Churchill berawal dari pendaftaran gugatan ke arbitrase pada 22 Mei 2017. Awalnya Churchill mengakuisisi PT Ridlatama yang memegang IUP di lahan seluas 35.000 hektar (ha) di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Pada 2010, IUP PT Ridlatama itu dibatalkan karena izinnya tumpang tindih. Atas dasar itulah Churchill menuntut ganti rugi US$ 2 miliar atau Rp 26,6 triliun ke pemerintah.
Churchill akhirnya dinyatakan kalah, karena izin pertambangan dan beberapa izin yang mereka miliki terbukti palsu atau dipalsukan, tidak pernah memperoleh otorisasi dari Kantor Pemerintah Daerah Kutai Timur, abal-abal.
Kemenangan atas Churchill itu membuat Teddy optimistis kali ini Indonesia bisa menang lagi atas IMFA. Selain kasusnya mirip, gugatan IMFA juga banyak sekali kelemahannya.
"Orang-orang tampaknya ketakutan kita kalah di arbitrase internasional. Tapi melihat kondisi ini, kita cukup yakin menang," tutupnya. (dtf)