Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Mahkamah Agung (MA) mencabut peraturan taksi online karena peraturan itu tidak sesuai dengan UU Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta UU Lalu Lintas dan Jalan Raya. Hal itu sesuai dengan argumen 6 sopir taksi online yang memohonkan pencabutan Permenhub tersebut.
Dalam permohonannya, 6 sopir taksi itu menolak sistem badan usaha taksi online karena mematikan usaha mikro.
"Larangan bagi perusahaan sebagai penyedia aplikasi berbasis teknologi bertindak sebagai penyelenggara angkutan umum untuk menetapkan tarif bawah sesuai jarak tempuh, merekrut pengemudi dan memberikan layanan akses kepada orang perorangan sebagai penyedia jasa angkutan adalah sama saja melarang Para Pemohon untuk mendapatkan penghasilan selaku pengusaha UMKM, dan dibatasi hanya boleh sebagai karyawan yang mendapatkan gaji," kata pemohon dalam berkas putusan judicial review, Rabu (23/8).
Keenam sopir pemohon judicial review itu adalah Sutarno, Endru, Herman Susanto, Iwanto, Bayu Sarwo Aji dan Handoyo. "Sebaliknya Pemerintah hanya melindungi pengusaha taksi konvensional untuk beroperasi," cetus pemohon.
Pemohon menilai, syarat agar taksi online melebur menjadi pengusaha layaknya taksi konvensional, menimbulkan dampak sistemik. Yang ujung-ujungnya menyebabkan tarif yang dikenakan ke konsumen menjadi mahal.
"Karena berbisnis dengan cara konvensional membuat administrasi yang panjang, waktu yang boros tidak efektif bahkan memakan biaya mahal atau tidak efisien," kata pemohon menegaskan.
Tidak hanya itu, tahapan dan prosedur menjadi taksi konvensional juga berdampak pada konsumen.
"Semua syarat-syarat tersebut menimbulkan biaya tinggi yang ujungnya akan dibebankan kepada konsumen atau pengguna jasa pengguna taksi. Keadaan ini dapat dikatakan pemerintah tidak melindungi masyarakat luas pengguna taksi tetapi menghidupkan taksi yang bertarif biaya mahal," tutur pemohon.
Selain argumen di atas, pemohon juga memaparkan 8 argumen lainnya dan semuanya dikabulkan MA.
"Bertentangan dengan Pasal 183 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Jalan Raya, karena penentuan tarif dilakukan berdasarkan tarif batas atas dan batas bawah, atas usulan dari Gubernur/Kepala Badan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri, dan bukan didasarkan pada kesepakatan antara pengguna jasa (konsumen) dengan perusahaan angkutan sewa khusus," ujar majelis MA. (dtc)