Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Pada 24 Agustus 2017 kemarin, Menteri ESDM, Ignasius Jonan, mengumpulkan sejumlah pemangku kepentingan, mulai dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) hingga para pengusaha otomotif, di Bali untuk membahas pengembangan mobil listrik.
Pertemuan diadakan guna mematangkan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) percepatan pengembangan mobil listrik. Jonan memberi arahan kepada jajarannya agar rancangan Perpres percepatan pengembangan mobil listrik bisa selesai bulan ini, dan langsung diserahkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Arahannya, beliau (Jonan) meminta pada kita itu segera diselesaikan regulasinya agar Perpres percepatan mobil listrik ini bisa dikeluarkan. Targetnya Pak Menteri minta sebelum habis bulan ini sudah maju ke Presiden," kata Sekjen Kementerian ESDM, Teguh Pamudji, saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (25/8).
Dalam Perpres akan diatur insentif-insentif untuk mobil listrik, uji kelaikannya, registrasi kendaraan, penyediaan Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU), dan sebagainya.
"Isi aturannya, bagaimana mempercepat pengembangan mobil listrik, bagaimana ketentuan teknisnya terkait uji kelaikan, registrasi kendaraan, infrastruktur pengisiannya atau SPLU," ujar Teguh.
Sebelumnya, Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Andy N Sommeng, mengungkapkan Perpres memberi penugasan yang jelas kepada semua kementerian dan lembaga terkait untuk mempercepat pengembangan mobil listrik.
"Isinya menugaskan kepada pihak-pihak terkait, semua kementerian dan lembaga, untuk mempercepat," kata Andy.
Lalu dalam Perpres juga akan ditetapkan bahwa mobil listrik dibebaskan dari Bea Masuk dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Pajak untuk mobil listrik dibuat rendah supaya harganya kompetitif, bisa bersaing dengan mobil-mobil konvensional yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM).
Kalau mobil listrik tak diberi insentif pajak, harganya jadi lebih mahal dibanding mobil konvensional, tentu masyarakat enggan membelinya. "Ada insentif kaitannya dengan Bea Masuk, Pajak Penjualan Barang Mewah. Ini biar mobil listrik harganya bersaing. Kita create demand dulu," ucap Andy.
Ia menambahkan, mobil listrik tidak akan langsung dilokalisasi atau diproduksi massal di dalam negeri. Pertama-tama, Indonesia impor mobil listrik dulu, kemudian mulai membuatnya dengan meniru mobil listrik impor. "Nanti orang pakai dulu, nanti dibongkar-bongkar, kita bisa meniru," tukasnya.
Mobil listrik, ia menambahkan, bakal membawa banyak manfaat. Impor bahan bakar minyak (BBM) bakal sangat berkurang kalau mobil-mobil konvensional diganti mobil listrik. Manfaat utama lainnya, tentu polusi udara berkurang karena mobil listrik tak menghasilkan asap karbon.
Selain itu, mobil listrik dapat menciptakan pasar baru buat PLN. Konsumsi listrik pasti melonjak, surplus listrik dari program 35.000 MW pun bisa terserap. "Sekarang kita tambah listrik banyak-banyak, kalau enggak ada yang serap bagaimana?" tutupnya. (dtf)