Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Sepekan lalu, gula milik petani yang tersimpan di gudang dua pabrik Gula (PG) di Cirebon, disegel oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). Penyegelan dilakukan lantaran gula tersebut dianggap tak memenuhi standar layak konsumsi berdasarkan ICUMSA.
ICUMSA merupakan standarisasi mutu untuk produk gula. Semakin rendah angka ICUMSA maka menunjukkan tingkat kemurnian gula semakin tinggi. Biasanya tingkat ICUMSA bisa terlihat dari warnanya. Semakin coklat warna gulanya, semakin tinggi pula angka ICUMSA.
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jawa Barat, Mae Azhar, mengungkapkan tingginya ICUMSA yang bisa dilihat dari pekatnya warna coklat gula bisa terjadi karena dua hal.
"Pertama karena pabrik gula BUMN itu rata-rata sudah tua mesinnya, itu kan peninggalan Belanda. Makanya kurang optimal dalam menggiling tebu," terang Azhar kepada detikFinance, Minggu (27/8/2017).
Menurut dia, selain membuat kualitas gula yang dihasilkan kecoklatan, mesin usang PG-PG peninggalan Belanda ini, membuat tingkat rendemen gula rendah. Hal inilah yang sebenarnya paling dikeluhkan petani tebu.
Sebagai informasi, rendemen tebu sendiri adalah kadar kandungan gula di dalam batang tebu yang dinyatakan dengan persen. Bila dikatakan rendemen tebu 10%, artinya dari 100 kg tebu yang digiling di Pabrik Gula akan diperoleh gula sebanyak 10 kg.
"Rendemen yang rendah ini yang membuat petani untungnya sangat sedikit. Rendemen PG di Jawa Barat itu rata-rata di bawah 7%, awal giling kemarin 6,3%. Makanya PG ini harus direvitalisasi," jelas Azhar.
Faktor kedua, warna kecoklatan dari gula yang dihasilkan bisa juga disebabkan karena tebu yang digiling. "Biasanya kan ada tebu yang terbakar, jadi warnanya hitam," kata dia.
Namun demikian, menurut Azhar, selama masih memenuhi standar ICUMSA yakni di bawah 300, tak ada masalah gula yang berwarna kecoklatan dikonsumsi. Beberapa konsumen, malahan lebih menyukai gula dengan warna agak coklat ketimbang gula yang putih bersih.
"Di pasar banyak orang malah lebih suka yang agak coklat dibandingkan yang putih. Bisa lebih manis, yang putih itu kan malah biasanya rafinasi yang hanya untuk industri," tandasnya.
Sementara itu, Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga Kemendag, Syahrul Mamma, mengatakan warna gula yang terlalu coklat bisa jadi salah indikator memilik ICUMSA yang tinggi sehingga kurang layak konsumsi. Untuk GKP sendiri, ICUMSA ditetapkan 200-300.
"Ya dari warnanya kemungkinan bermasalah, ICUMSA khususnya. ICUMSA di bawah 300 lolos pasti bagus, kalau di atas 300 kurang bagus," terang Syahrul.
Sementara itu, lanjut dia, hasil uji laboratorium pada gula yang disegel di Cirebon belum layak konsumsi, sehingga harus digiling ulang oleh PG sebelum dijual ke pasar.
"Ada yang lolos ada yang enggak, kita kan ambil 4 sampel, ada 2 yang sesuai ICUMSA, ada 2 yang tidak sesuai ICUMSA. Yang lolos saya lupa, ada di kantor itu. Kalau yang tidak lolos kita arahkan untuk direproduksi lagi. Supaya ICUMSA sesuai standar," ujar Syahrul.
Seperti diketahui, gula yang disegel Kemendag berasal dari dua PG di Kabupaten Cirebon, yakni masing-masing PG Sindangjaya 7.077 ton dan PG Tersana Baru 8.800 ton. Gula itu merupakan gula milik petani yang digiling dua PG milik BUMN tersebut, namun masih tersimpan di gudang karena belum juga terjual saat lelang. (dtf)