Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Bagi sebagian orang, musik reggae adalah musik pembebasan, musik perlawanan. Beberapa orang juga mengatakan bahwa reggae adalah identitas, reggae adalah jiwa dan nafas kehidupan, membentuk dan menentukan sikap. Bahkan bagi beberapa orang, reggae mampu mengubah pemikiran dan pandangan hidup seseorang.
Dinez Lubis, dari Reggaenerasi Team dan Reggaenerasi Sumut mengatakan, spirit musik reggae seperti yang tertulis dalam Undang-undang Dasar 1945 bahwa kemerdekaan adalah hak semua bangsa dan penjajahan di atas dunia harua dihapuskan.
"Setegas itu lah reggae itu sebenarnya. Reggae lahir dari benih perjuangan, perlawanan dan pembebasan. Sebagaimana musik sangat berperan pada masa-masa kemerdekaan Jamaika," katanya kepada medanbisnisdaily.com, di Medan, Senin (4/9/2017).
Beberapa waktu lalu, Reggaenerasi Team dan Reggaenerasi Sumut menggelar Song For Freedom sebagai bentuk perayaan kemerdekaan RI di Rockoffie Kafe and Studio, di Jalan Amal, Sunggal. Di kafe ini, berbagai komunitas dari berbagai genre musik kerap menggelar even untuk mempererat silaturahmi sembari menyebar energi positif dan terus berkarya.
Song for Freedom adalah sebuah gelaran yang dimaknai sebagai pendorong semangat kemerdekaan untuk Indonesia maupun Jamaika yang sama-sama di bukan Agustus.
"Reggae dari tempat asalnya, Jamaika, pada dasarnya adalah musik yang kental dengan sejarah perjuangan dan perlawanan terhadap para penjajah.
Hal tersebut bisa dilihat dari lirik-lirik lagu Bob Marley ataupun musisi-musisi reggae lainnya.
"Reggae bukan lagu yang identik dengan santai, pantai, mancai. Mungkin lagu reggae yang bercerita soal itu karena berkaitan dengan industri (musik). Tapi sebenarnya reggae itu akarnya adalah perjuangan dan perlawanan," katanya.
Senin (28/8/2017), wajah Bob Marley di selembar kain persegi di samping drum menjadi pusat perhatian di sebuah kafe di Jalan Amal, Sunggal, Medan. Warna merah kuning dan hijau seperti menjadi petunjuk bahwa lagu-lagu reggae bakal 'berkumandang' di panggung kecil di pojok ruangan.
Benar saja, Reggaenerasi Sumut, di bawah Reggaenerasi Team sedang menggelar Song for Freedom, sebuah acara yang mengetengahkan band-band reggae untuk tampil dan menjamu tamu-tamu kafe, tempat tongkrongan musisi, pengamat, dan penikmat musik.
Di flyer atau infografis yang disebar melalui ejaring sosial sosial, beberapa band reggae Medan, seperti Nature Batih, jamming session dari Reggaenaration All Star (Relatif), ada pula sharing session yang membahas mengenai reggae dan semangat perjuangan, sesuai dengan tema kemerdekaan RI.
Nature Batih, band yang di dalamnya Yasir, yang dulunya sering bermain jimbe dan drum, kini memegang gitar dan menjadi front man. Dia bernyanyi dengan penuh 'emosi'. Rambut gimbalnya yang tak terlalu panjang memang mengingatkan pada sosok legendaris, Bob Marley. Yasir dan Bob Marley sama-sama memiliki jenggot tipis.
Nature Batih menjadi band yang pertama tampil dan berhasil membius penonton dengan beberapa lagu-lagu reggae, tentunya lagunya Bob Marley seperti Could You Be Loved, Stir It Up, dan lain sebagainya. Tapi, dari lagu-lagu yang dimainkannya, Nature Batih yang logo bandnya menonjolkan warna merah dan hitam itu menyanyikan lagu Indonesia Tanah Air Beta.
Namun, jika biasanya lagu tersebut dinyanyikan dengan penuh khidmat, kali ini lagu tersebut memiliki 'nyawa' berbeda yang khas musik Jamaika. Ya, Nature Batih mengaransemen lagu karya Ismail Marzuki dengan musik reggae. Saat bernyanyi pun Yasir tak perlu banyak bersuara lantaran penonton ikutan koor hampis sepanjang lagu.