Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Politisi, menteri, hakim, kini terbukti korupsi. Demikian rekam jejak Patrialis Akbar yang baru saja divonis 8 tahun penjara dalam kasus suap.
Pria kelahiran 31 Oktober 1956 di Padang ini adalah doktor hukum lulusan Universitas Padjajaran. Di masa mudanya, Patrialis mengaku pernah menjadi sopir angkot hingga taksi.
Patrialis pernah menjadi politisi PAN dan duduk sebagai anggota DPR selama 2 periode yaitu 1999-2004 dan 2004-2009. Dia kemudian menjadi anggota Kompolnas pada 2009-2011.
Di era kepemimpinan SBY, Patrialis ditunjuk menjadi Menteri Hukum HAM. Dia menjabat pada Oktober 2009-Oktober 2011. Di eranya, muncul kasus sensasional sel mewah Rutan Pondok Bambu yang dihuni narapidana korupsi Artalyta Suryani alias Ayin.
Atas kasus itu, Patrialis menuai kecaman dan diusulkan agar dicopot saja dari jabatan Menkum HAM. Akhirnya, Patrialis dicopot presiden setelah desakan menguat.
Usai mundur dari pemerintahan, Patrialis kemudian keluar dari PAN pada 2011. Patrialis mengambil kuliah program doktor di Unpad, Bandung. Dua tahun setelahnya, gelar doktor ia ambil dengan disertasi tentang hak veto presiden dalam pengesahan UU.
Mengantongi gelar doktor, Patrialis akhirnya ditunjuk Presiden SBY menjadi hakim konstitusi untuk periode 2013-2018.
Penunjukan Patrialis sebagai hakim konstitusi pada 2013 langsung ditolak banyak pihak. Sebab, penunjukan itu dinilai tidak dilakukan secara transparan, sebagaimana disyaratkan UU Mahkamah Konstitusi (MK).
Pada 23 Desember 2013, PTUN Jakarta membatalkan Surat Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengangkatan Patrialis Akbar. Majelis menyatakan pengangkatan Patrialis cacat hukum, bertentangan dengan pasal 19 UU MK Tahun 2013 tentang MK soal transfaransi dan partisipasi seleksi hakim konstitusi.
Tapi pembatalan status Patrialis sebagai hakim konstitusi tidak bertahan lama. Sebab pada 11 Juni 2014, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta menganulir putusan tersebut.
Patrialis ditangkap KPK pada Kamis (25/1) malam saat berbelanja dengan seorang wanita di Grand Indonesia. Perempuan itu kemudian diketahui bernama Anggita. Penangkapan Patrialis sendiri terkait suap dalam judicial review UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Setelah sederet sidang, hakim Tipikor menyatakan Patrialis bersalah melakukan tindak pidana korupsi saat menjadi hakim konstitusi.
"Menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara," kata ketua majelis hakim Nawawi Pamolango saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/9). (dtc)