Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Pengusaha Artalyta Suryani atau Ayin tidak memenuhi panggilan penyidik KPK sebagai saksi kasus korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) BLBI. Ayin meminta KPK menjadwalkan ulang pemanggilan terkait tersangka mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Tadi pemeriksaan Artalyta yang bersangkutan sebagai saksi belum datang akan dijadwalkan ulang, waktunya akan disampaikan nanti," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta, Selasa (5/9/2017).
Selain itu, Febri menyatakan tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung tidak memenuhi panggilan penyidik KPK. Syafruddin mengirimkan surat untuk KPK guna menjadwalkan ulang pada Rabu (13/9) mendatang.
"SAT rencana diperiksa, namun yang bersangkutan kirimkan surat belum bisa penuhi pemeriksaan, sehingga ia mengirimkan permintaan dijadwal ulang 13 September. Tentu akan kami pertimbangkan lebih lanjut kapan pemeriksaan terhadap tersangka akan dilakukan," ucap Febri.
Febri mengatakan masa pencegahan ke luar negeri bagi Syafruddin diperpanjang hingga Februari 2018. "Perpanjangan pencegahan luar negeri untuk SAT mulai 31 Agustus 2017 selama enam bulan ke depan," ucap Febri.
Dalam pemeriksaan Ayin sebelumnya, penyidik KPK mendalami proses pencetakan tambak udang PT Dipasena di Lampung milik Sjamsul Nursalim, yang merupakan pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Ayin menjadi kontraktor dalam proyek tambak udang tersebut.
Dalam perkara ini, Syafruddin ditetapkan KPK menjadi tersangka berkaitan dengan pemberian surat pemenuhan kewajiban pemegang saham atau surat keterangan lunas kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI pada 2004.
Pemberian SKL itu dilakukan terkait pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN. SKL itu diterbitkan dengan mengacu pada Inpres Nomor 8 Tahun 2002, yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu Presiden RI.Syafruddin disebut menyetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun. (dtc)