Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Direktur The Wahid Institute Yenny Wahid menyampaikan pendapatnya tentang masalah Rohingnya kepada Kedutaan besar Myanmar untuk Indonesia. Yenny mengatakan seharusnya krisis Rohingnya diatasi dengan cara dialogis.
Pertemuan itu dilakukan pada Jumat (8/9) di Kantor Dubes Myanmar di Menteng, Jakarta Pusat. Yenny bersama perwakilan Muslimat NU bertemu langsung dengan Duta Besar (Dubes) Myanmar untuk Indonesia Ei Ei Khin Aye dan Wakil Dubes Kyaw Soe Thein.
Permintaan penyelesaian dialog berkaitan dengan alasan pemerintah Myanmar yang melakukan serangan untuk mengusir The Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). Myanmar harus membedakan antara masyarakat sipil dengan ARSA.
"Buat kita serangan teroris atau bukan harus pendekatan dialogis. Harus dibedakan antara teroris dan masyarakat sipil," kata Yenny saat dihubungi, Sabtu (9/9).
Tindakan militer pun harus segera dihentikan. Baik itu oleh ARSA maupun oleh militer Myanmar.
"Kekerasan dihentikan di Myanmar baik oleh pemerintah, kelompok ARSA. Dan pemerintah tidak membalas aksi dengan represi militer," kata Yenny.
"Represi hanya menghasilkan korban masyarakat sipil. Kami mengimbau agar tidak mengunakan pendekatan militer," ujar Yenny.
Yenny pun tak lupa menyampaikan permohonan kepada Myanmar untuk membuka akses ke Ronghinya. Dengan begitu, bantuan kemanusiaan bisa masuk dan meringankan beban warga Rohingnya.
"Kita meminta agar Myanmar membuka akses bantuan kemanusiaan yang akan dikirim ke pengungsi. Karena saat ini ditutup militer, kaya DOM di Aceh dulu," ucap Yenny.
Selin itu, yang lebih penting untuk segera dilakukan adalah memberikan status warga negara kepada masyarakat Rohingya. "Kita mendesak ada solisi permanen ada kewarganegaan Rohingnya," tutur Yenny.(dtc)