Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
MedanBisnis - Jakarta. Perbandingan jumlah penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional di Indonesia saat ini masih sangat rendah, yakni sekitar 3-3,5%.
Jumlah ini masih sangat rendah dibanding negara-negara lainnya di Asia Tenggara, padahal angka backlog rumah Indonesia mencapai 11,4 juta unit.
Menurut Komisaris PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Maurin Sitorus, hal tersebut bisa diatasi dengan meningkatkan kemampuan pendanaan bank dalam menyalurkan KPR. Kemampuan pendanaan bank tersebut kata dia bisa dilakukan lewat sekuritisasi KPR, yakni melepas aset cicilan KPR yang dimiliki, sehingga ada dana segar yang bisa didapat secara instan.
"Sebetulnya sekuritisasi ini untuk industri KPR luar biasa penting karena dia membuat aset-aset yang tidak likuid menjadi likuid. Yang tadinya sampai 20 tahun baru lunas, dengan sekuritisasi bisa dapat dana segar ini dan langsung bisa diputarkan sebagai KPR sehingga pertumbuhan KPR akan langsung tereskalasi," katanya saat ditemui di sela acara BTN Golden Property Award di Hotel Raffles, Jakarta, Senin (11/9/2017).
Menurutnya, peran sekuritisasi sangat penting dalam mendorong industri perumahan guna memangkas angka backlog tersebut. Namun, sayangnya di Indonesia sendiri, baru BTN yang sangat aktif dengan sekuritisasi, yang dilakukan dengan PT SMF.
"Memang kan untuk melakukan sekuritisasi ini tidak mudah. KPR-KPR apa yang bisa disekuritisasi adalah KPR yang high quality. Yang tidak akan macet. Sementara bagi bank itu adalah sumber penghasilan. Sehingga bank akan enggan karena itu jadi sumber penghasilan saya. Dan itu meningkatkan nilai aset saya, karena sekuritisasi itu kan jual putus," ucapnya.
BTN menargetkan sekuritisasi aset hingga Rp 2 triliun tahun ini. Diharapkan, besarnya aset yang disekuritisasi tersebut dapat mendorong jumlah penyaluran KPR tahun ini bisa lebih besar lagi.
"Sekuritisasi tahun ini antara Rp 1-2 triliun," tandasnya. (dtf)