Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Meskipun musim kemarau pada periode tahun 2017 ini dianggap masih normal, namun ternyata telah memberikan dampak kekeringan yang sangat luas.
Kepala Pusat data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, menyebutkan, berdasarkan data sementara yang dihimpun Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) BNPB, terdapat sekitar1 05 kabupaten/kota, 715 kecamatan, dan 2.726 kelurahan/desa yang mengalami kekeringan saat ini di Jawa dan Nusa Tenggara.
"Sekitar 3,9 juta jiwa masyarakat terdampak kekeringan sehingga memerlukan bantuan air bersih. Kekeringan juga menyebabkan 56.334 hektar lahan pertanian mengalami sehingga 18.516 hektar lahan pertanian gagal panen," ungkapnya, Selasa (12/9/2017).
Sutopo menjelaskan, sesuai sebaran wilayah, kekeringan di Jawa Tengah melanda 1.254 desa yang tersebar di 275 kecamatan dan 30 kabupaten/kota, sehingga memberikan dampak kekeringan bagi 1,41 juta jiwa atau 404.212 KK.
Selanjutnya, di Jawa Barat kekeringan melanda 496 desa di 176 kecamatan dan 27 kabupaten/kota sehingga berdampak kepada 936.328 jiwa penduduk. Begitu pula halnya dengan di Jawa Timur, kekeringan melanda 588 desa di 171 kecamatan dan 23 kabupaten/kota.
Di Nusa Tenggara Barat, ujar Sutopo, kekeringan melanda 318 desa di 71 kecamatan yang tersebar di 9 kabupaten meliputi Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu, Bima dan Kota Bima. Sebanyak 640.048 jiwa atau 127.940 KK masyarakat terdampak kekeringan.
Sedangkan di sembilan kabupaten di Provinsi Kepulauan Nusa Tenggara Timur (NTT) dilaporkan mengalami darurat kekeringan. Sembilan kabupaten yang melaporkan darurat kekeringan itu adalah Flores Timur, Rote Ndao, Timor Tengah Utara (TTU), Belu, Malaka, Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya dan Sabu Raijua.
"Sebagian besar daerah yang terlanda kekeringan adalah daerah yang pada tahun-tahun sebelumnya juga mengalami kekeringan. Tingginya kerusakan lingkungan dan daerah aliran sungai menyebabkan sumber air mengering. Padahal di sisi lain kebutuhan akan air meningkat," jelasnya.
Lebih lanjut, Sutopo menyebutkan, di Provinsi DI Yogyakarta, kekeringan melanda 10 kecamatan di Kabupaten Kulon Progo, yakni tersebar di 32 desa dengan 12.721 Jiwa di dalam 7.621 KK. Penyaluran air bersih terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan, sedangkan kekeringan dan dampaknya di Provinsi Banten, dan Bali masih dilakukan pendataan.
"Upaya mengatasi kekeringan sudah dilakukan setiap tahun, namun upaya ini belum dapat menuntaskan semuanya. Pembangunan sumur bor, pembangunan perpipaan, pemanenan hujan, pembangunan embung, bendung dan waduk telah dapat mengurangi dampak kekeringan. Upaya ini masih terus dilakukan ke depan," urainya.
Sutopo menyebutkan, diperkirakan kekeringan masih akan berlangsung hingga akhir Oktober 2017 mendatang. BMKG telah merilis bahwa sebagian besar pulau Jawa saat ini sedang mengalami puncak musim kemarau, dan akan masuk awal musim hujan pada Oktober-November 2017.
"Awal Musim Hujan 2017/2018 di sebagian besar daerah diprakirakan mulai akhir Oktober - November 2017 sebanyak 260 zona musim (76%) dan mengalami puncak musim hujan pada Desember 2017-Februari 2018," pungkasnya.